Untukmenaikkan pH tanah terutama pada lahan yang bersifat sangat masam dilakukan pengapuran dengan dosis 1-25 tonha selambat-lambatnya 1 bulan sebelum tanam. Dengan pengelolaan yang baik komoditas-komoditas ini akan menghasilkan produk yang tidak mengecewakan. Nah cara mudah mendeteksi PH tanah adalah dengan memperhatikan tanaman yang tumbuh
Editor Makmun Hidayat Salah satu cara mendeteksi unsur hara dalam tanah melalui kondisi fisik tanaman, yang disampaikan Peneliti Kimia dan Kesuburan Tanah, Balai Penelitian Tanah, Ir. A. Kasno, MSi, dalam bimbingan teknis online, Senin 16/8/2021. -Foto Ranny Supusepa Hal ini akan menghindari penurunan produktivitas lahan pertanian, yang mulai terjadi sejak tahun 1987. “Penurunan ini merupakan hasil dari kurangnya asupan bahan organik, pencemaran bahan kimia, kerusakan sifat tanah hingga kerusakan lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia berlebih,” urainya. Untuk melakukan deteksi hara, yang perlu dilakukan adalah pengamatan defisiensi hara di lapangan, mengetahui jenis tanah dan iklim, mengetahui peta status hara P dan K di tanah, analisis status hara dengan tes kit serta menggunakan soil sensor. “Deteksi ini dapat dilakukan secara cepat. Misalnya, pada tanah masam selalu ditemukan tanaman melastoma. Jadi kalau melihat tanaman ini, sudah pasti tanahnya masam. Tak perlu dicek lagi,” urainya lagi. Atau dalam kasus tanaman jagung, gejala kekurangan hara bisa terlihat dari daun. “Kalau kekurangan hara P, daunnya jadi ungu. Kalau kuning warna daunnya, artinya yang kurang adalah hara N,” tandasnya. SELANJUTNYA 1 2
Akartanaman akan mudah menyerap unsur hara atau pupuk yang kita berikan jika pH dalam tanah sedang-sedang saja (cenderung netral). Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman.
Jakarta Jenis-jenis tanah sangat beragam dan berbeda-beda di tiap daerahnya. Indonesia merupakan salah satu contoh negara yang sangat kaya akan berbagai jenis tanah. Ada beragam jenis-jenis tanah dengan ciri khasnya sendiri. Tanah sendiri merupakan bagian kerak bumi yang tersusun dari bahan organik dan mineral. Tanah berperan penting bagi kehidupan makhluk hidup terutama tumbuh-tumbuhan. Tanah menyediakan air dan unsur hara yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup tumbuhan. Selain tanaman, banyak spesies bergantung pada tanah sebagai habitatnya. 6 Jenis Sukulen yang Mudah Dirawat sebagai Tanaman Hias 12 Jenis Tumbuhan Hidroponik, Jangan Asal Pilih 5 Jenis Beras Sehat Pengganti Nasi Putih, Baik untuk Kesehatan Beragamnya jenis-jenis tanah tergantung proses pembentukan dan lokasi tanah itu sendiri. Tanah umumnya terbentuk dari bebatuan yang mengalami pelapukan. Proses pelapukan tersebut bisa berlangsung dalam waktu lama, bahkan ratusan tahun. Pelapukan batuan menjadi tanah juga dibantu beberapa mikroorganisme, perubahan suhu dan air. Jenis-jenis tanah di tiap daerah bisa berbeda, tergantung komponen yang ada di dalamnya. Komponen dalam tanah yang baik bagi tanaman biasanya terdiri dari mineral 50%, bahan organik 5% dan air 25%. Selain itu, letak astronomis dan geografis juga berperan penting dalam pembentukan tanah. Jadi, apa saja jenis-jenis tanah. Berikut ini telah merangkum dari berbagai sumber, apa saja jenis-jenis tanah disertai dengan penjelasan mengenai persebarannya, Senin 26/10/2020Pemandangan Gunung Singgalang dari Cadas Merapi foto akbarmuhibar1. Tanah Litosol Tanah litosol adalah jenis tanah yang baru mengalami perkembangan dan masih baru. Jenis tanah ini terbentuk dari perubahan iklim, topografi dan adanya vulkanisme. Untuk mengembangkan tanah ini diperlukan penanaman pohon agar mendapat mineral dan unsur hara yang cukup. Tekstur tanah litosol ada yang lembut, bebatuan bahkan berpasir. Biasanya salah satu dari jenis-jenis tanah ini bisa ditemui pada daerah dengan tingkat kecuraman tinggi. 2. Tanah Aluvial Salah satu dari jenis-jenis tanah yang umum ditemui yaitu tanah alluvial. Jenis tanah ini muncul akibat endapan lumpur yang terbawa aliran sungai. Tanah bisa ditemui di bagian hilir karena dibawa dari hulu. Warna tanah ini biasanya cokelat hingga abu-abu. Tanah ini sangat cocok bagi pertanian seperti padi, jagung, tembakau dan jenis tanaman lainnya. Hal tersebut karena tekstur tanahnya lembut dan mudah diolah, sehingga tidak butuh kerja keras untuk mencangkulnya. Di Indonesia sendiri, jenis tanah ini tersebar hampir dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, hingga Papua. 3. Tanah Andosol Jenis tanah andosol adalah salah satu jenis tanah vulkanik yang terbentuk karena proses vulkanisme gunung berapi. Salah satu jenis tanah ini sangat subur dan cocok untuk tanaman. Warna tanah andosol cokelat cenderung abu. Jenis tanah ini sangat kaya mineral, unsur hara, air, serta mineral. Itulah mengapa jenis tanah ini sangat baik untuk tanaman. Tapi memang, secara persebaran, tanah ini hanya terdapat di daerah yang dekat dengan gunung berapi, seperti daerah Jawa, Bali, Sumatera, dan Nusa TanahPohon Jati yang meranggas, menegaskan ketandusan tanah Blora ketika musim kemarau. foto / Edhie Prayitno Ige4. Tanah Entisol Jenis tanah ini adalah saudara dari tanah andosol, tapi berasal dari pelapukan material yang dikeluarkan letusan gunung berapi, seperti debu, pasir, lahar, dan lapili. Karakter tanah ini sangat subur. Namun, jenis tanah ini masih sangat muda dan bisa ditemukan tidak jauh dari area gunung berapi. Untuk persebarannya sendiri, tanah ini bisa ditemukan di daerah yang memiliki gunung berapi. 5. Tanah Humus Kemudian, jenis tanah humus yang terbentuk dari pelapukan tumbuhan. Tanah ini sangat banyak mengandung unsur hara dan mineral serta sangat subur. Itulah mengapa, jenis tanah ini sangat baik digunakan cocok tanam karena kandungannya sangat subur dan baik untuk tanaman. Tanah humus punya berbagai unsur hara dan mineral yang bersumber dari pelapukkan tumbuhan hingga warnanya cenderung kehitaman. Tanah ini bisa dengan mudah ditemui di daerah yang banyak hutan, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, Papua, dan beberapa wilayah di Sulawesi. 6. Tanah Grumusol Tanah grumusol dibentuk dari pelapukan batuan kapur dan tuffa vulkanik. Tanah ini memiliki kandungan organik yang rendah, karena banyak unsur batuan kapur. Itulah mengapa tanah ini tidak subur dan kurang cocok sebagai lokas tanam. Dilihat dari karakter tanahnya, cenderung kering dan mudah pecah terutama, terutama saat musim kemarau serta punya warna hitam. Ph tanah ini netral hingga alkalis. Kemudian, tanah ini biasanya ada di permukaan yang tidak lebih dari 300 meter dari permukaan laut dan punya bentuk topografi datar hingga bergelombang. Tanah ini tersebar di daerah Jawa Tengah Demak, Jepara, Pati, Rembang, Jawa Timur Ngawi, Madiun, serta Nusa Tenggara Timur. Dikarenakan tanah ini punya tekstur yang kering, maka akan sangat bagus jika ditanami vegetasi kuat seperti kayu Tanah7. Tanah Inceptisol Selanjutnya, jenis tanah ini terbentuk dari batuan sedimen atau metamorf. Jenis tanah ini bisa menjadi dasar dalam pembentukan hutan yang asri. Karakter tanah ini yaitu adanya horizon kambik. Horizon ini kurang dari 25% dari horizon selanjutnya, dan hal tersebut yang menjadikan sangat unik. Lokasi dengan tanah jenis ini cocok sebagai perkebunan kelapa sawit atau karet. Jenis tanah ini tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, dan juga Papua. 8. Tanah Latosol Tanah latosol terbentuk dari pelapukan batuan sedimen dan metamorf. Ciri tanah latosol ada pada warnanya yang merah hingga kuning, teksturnya lempung serta memiliki solum horizon. Persebaran tanah litosol ada di daerah dengan curah hujan dan kelembapan yang tinggi, atau ada di 300-1000 meter dari permukaan laut. Sayangnya, jenis tanah latosol tidak terlalu subur, karena mengandung zat besi serta alumunium yang cukup tinggi. 9. Tanah Kapur Tanah kapur memang berasal dari batuan kapur yang mengalami pelapukan. Dengan begitu, tanah kapur sudah bisa disimpulkan jika memang tidak subur dan perlu dihindari untuk jenis tanaman yang butuh banyak air. Salah satu dari jenis-jenis tanah ini lebih cocok ditanami pohon jati dan jenis pohon keras lainnya. Jenis tanah kapur banyak tersebar di daerah Gunung Kidul Yogyakarta serta di daerah pegunungan kapur yang ada di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara TanahKondisi kanal di area konsesi perkebunan kelapa sawit di Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. / Gresi Plasmanto10. Tanah Laterit Jenis-jenis tanah selanjutnya yaitu tanah laterit. Jenis tanah bewarna merah bata ini mengandung banyak zat besi dan alumunium. Di Indonesia, tanah ini cukup fimiliar di berbagai daerah, terutama daerah desa dan perkampungan. Tanah laterit termasuk dalam jenis tanah yang sudah berusia cukup tua, sehingga tidak cocok ditanami tumbuhan apapun. Selain itu kandungan yang ada di dalam tanah ini juga tidak cocok bagi tanaman. Tanah ini mudah ditemui di Kalimantan, Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur. 11. Tanah Podsol Di dalam tanah podsol, terdapat berbagai campuran tekstur mulai dari pasir hingga bebatuan kecil. Karakter tanah podsol antara lain tidak punya perkembangan profil, warnanya kuning dan punya tekstur pasir hingga lempung. Kandungan organic pada jenis tanah ini sangat rendah, sebab terbentuk dari curah hujan tinggi namun suhunya rendah. Biasanya jenis tanah ini ada di Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan juga Papua. Namun bisa juga ditemui di daerah lain yang selalu basah sepanjang tahun. 12. Tanah Organosol Tanah organosol dibentuk dari pelapukan benda organik seperti tumbuhan, gambut serta rawa. Biasanya tanah ini ada di iklim basah dan punya curah hujan tinggi. Ketebalan tanah ini rata-rata hanya mm dan punya diferensiasi horizon yang jelas. Selain itu, kandungan organik di dalam tanah organosol lebih dari 30% pada tanah yang teksturnya lempung, dan 20% pada tanah yang berpasir. Kandungan unsur hara tanah ini rendah dan punya tingkat kelembapan rendah Ph 0,4 saja. Untuk menemui jenis tanah ini, biasanya bisa ditemui di daerah pantai hampir di seluruh TanahIlustrasi jenis tanah Indonesia Sumber Pixabay13. Tanah Mergel Jenis tanah ini juga berasal dari kapur. Tapi dicampur dengan bahan lain dan bentuknya lebih mirip pasir. Tanah mergel dibentuk dari batuan kapur, pasir, serta tanah liat. Kemudian mengalami pembentukan dengan bantuan hujan tapi tidak merata. Jenis tanah ini cukup subur dan bisa ditanami beberapa jenis tanaman. Selain itu ada banyak mineral dan air di dalamnya. Biasanya tanah ini banyak terdapat di daerah dataran rendah, seperti Solo, Madiun, dan Kediri. 14. Tanah Oxisol Tanah oxisol adalah jenis tanah yang kaya zat besi dan alumunium oksida. Tanah jenis ini sering ditemui di daerah tropis dari desa hingga perkotaan. Karakter dari tanah ini antara lain memiliki solum yang dangkal dan ketebalannya kurang dari 1 meter. Warna tanah ini cenderung merah kekuningan dan punya tekstur halus seperti tanah liat. Tanah ini juga cocok dijadikan lahan perkebunan seperti tebu, nanas, pisang dan tumbuhan lainnya. 15. Tanah Liat Tanah ini terdiri dari campuran aluminium serta silikat yang punya diameter tidak lebih dari 4 mikrometer. Tanah liat dibentuk dari proses pelapukan batuan silika yang dilakukan asam karbonat dan sebagian diantaranya berasal dari aktivitas panas bumi. Jenis tanah ini tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia dan biasa digunakan untuk kerajinan. Itulah tadi beragam jenis-jenis tanah yang banyak tersebar di Indonesia. Berbagai jenis tanah tersebut setidaknya bisa menjadi bahan referensi yang tepat jika ingin mencoba bercocok tanam.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pemeriksaandarah dapat mendeteksi kanker itu pada tahap dini, dan kanker itu dapat dikategorikan dalam apa yang dikenal sebagai skor Gleason makin tinggi skornya, makin mungkin kanker tersebut menyebar. porous, banyak mengandung bahan organik clan banyak mengandung unsur hara, pH tanah 5 - 7 Semua kandungan gizi dalam kacang mede ini
Bagi Anda yang ingin bercocok tanam, idealnya Anda wajib mengetahui keadaan usur hara dalam tanah terlebih dahulu. Apakah keadaan tanah tersebut sudah cukup kandungan unsur haranya atau kurang? Dengan uji laboratorium sebenarnya pertanyaan tersebut dapat Anda pecahkan. Tetapi dibutuhkan biaya, prosedur serta waktu yang lama untuk melakukan uji tersebut. gambar kandungan unsur hara pada tanah Dalam dunia pertanian mengetahui keadaan unsur hara esensial tanah sebelum Anda melakukan tanam adalah penting. Karena jika terjadi kekurangan salah satu unsur hara esensial mikro dan makro pada tanah, akan berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil panen tanaman. Pada pembahasan kali ini kami akan memberikan informasi yang menarik untuk Anda baca. Dengan kemunculan teknik baru yang akan lebih memudahkan Anda, untuk menguji kandungan unsur hara tanah sendiri, dengan biaya yang murah dan juga mudah dipraktekan. Teknik baru ini disebut MOET Minus One Element Technique. Kemunculan teknik MOET ini pertama kali ditemukan oleh seorang konsultan senior agronomi yang bernama Doktor Cesar Mamaril. Selain sebagai konsultan beliau juga merupakan pensiunan dari Badan Pusat Riset Tanaman Padi International IRRI. Dr. Cesar Mamaril bersama rekannya mencoba mengembangkan teknik MOET ini di wilayah datar rendah. Pada pembahasan sebelumnya Dr. Cesar Mamaril juga pernah menyampaikan mengenahi manfaat serta kegunaan metode unsur hara minus satu MOET yang beliau paparkan pada majalah RiceToday. Dari 16 jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman, sebanyak 13 unsur hara didapatkan tanaman dari tanah. Meliputi Ca Kalsium, Kalium K, Nitrogen N, Pospor P, Sufur S, Magnesium Mg, Besi Fe, Tembaga Cu, Seng Zn dan Mn Mangan. Serta sisa 3 unsur hara berasal dari udara O oksigen, C Karbon dan H Hidrogen. Pada budidaya tanaman jika kekurangan salah satu unsur tersebut, maka tanaman akan tumbuh tidak normal. Agar kebutuhan usur hara esensial dapat tercukupi dengan baik oleh tanaman, maka Anda perlu melakukan pemupukan pada media tanamnya. Akan tetapi yang menjadi masalah dalam pemupukan adalah ukuran, maupun dosis yang kadang tidak sesuai dengan kondisi kebutuhan tanah tersebut. Hal ini justru membuat pemberian pupuk menjadi rutinitas berdasarkan ajuran saja, tanpa memperhatikan setatus tanah. Untuk mengatasi pemborosan pengunaan pupuk, Anda membutuhkan informasi mengenahi kandungan unsur hara pada tanah yang akan ditanami. Mengetahui kandungan tanah sebelum tanam Mengecek Kadungan Unsur Hara dengan Teknik MOET Penerapan teknik MOET ini diharapkan dapat membantu Anda untuk mempermudah dalam kegiatan usaha tani. Teknik ini dimaksudkan agar Anda cukup menambahkan salah satu unsur hara yang menjadi kekurangan pada tanah. Analisa kandungan hara tanah yang kurang, dapat Anda deteksi dengan cara tidak mengikut sertakan salah satu unsur saat pemupukan minus satu. Kemudian Anda akan melihat secara langsung dampak yang ditimbulkan dari pengurangan salah satu unsur pada tanaman. Hal ini bisa Anda praktekan dengan mengambil sampel tanah pada lahan. Uji coba teknik MOET ini sudah dipraktekan oleh Dr. Mamaril di Pilipina. Dengan melakukan sampel dilahan pertanian dataran rendah. Uji coba dilakukan dengan mengunakan formulasi unsur N, K, Zn, P, CU dan S, dalam hal ini hanya 6 usur yang digunakan, dengan alasan di Pilipina sebagian besar lahan padi dataran rendah selalu kekurangan 6 kandungan unsur hara tersebut. Formulasi uji MOET dilakukan dengan minus satu unsur yakni Minus P tanpa ada kandungan P, namun 5 unsur yang lain ada, minus N, minus K, minus Zn, Minus CU, minus S dan unsur lengkap mengandung 6 unsur hara. Untuk lebih jelasnya Anda bisa mempraktekan teknik MOET pada uji coba sederhana sebagai berikut ini Pertama Anda harus ambil sampel tanah pada lahan, masukan sampel tersebut kedalam polybag atau pot berukuran 4 hingga 5 kg, kemudian masukan formulasi unsur hara pada polybag tersebut. Jika lahan yang Anda miliki seluas satu hektar maka ambil sampel tanah sebanyak 35 titik lokasi, agar lebih merata. Akan tetapi jika kondisi lahan model bertingkat atau teras iring sebaiknya titik sampel diambil lebih banyak lagi. Catatan tanah diambil pada lahan sebelum diolah atau dibajak. Siapkan bibit tanaman misal padi umur 12 hari sebanyak 5 batang yang ditanam ke media polybag tersebut. Biarkan kondisi tanah tetap tergenang air. Dalam uji coba Anda wajib menggunakan air yang berasal dari sumber mata air yang sama. Setelah berjalan minimal 10 hari, amati pertumbuhan tanaman, selanjutnya lakukan penyeleksian pada tanaman padi dan sisakan hanya 2 batang tanaman yang memiliki pertumbuhan paling bagus. Percobaan mengunakan teknik MEOT Dalam waktu 30 hari kemudian Anda sudah bisa melihat hasilnya. Caranya amati tanaman dan lakukan perbandingan pertumbuhanya. Anda bisa lihat secara fisik mana tanaman yang tumbuh dengan baik, yang kurang dan berada di polybag atau pot dengan formulasi yang mana minus unsur apa. Jika hasil seluruh tanaman tumbuh dengan baik dan seragam, itu artinya tanah yang ada di lahan Anda, tidak kekurangan unsur hara. Tetapi jika terjadi ketimpangan pertumbuhan, Anda bisa mengidentifikasi unsur hara apa yang kurang dan di titik lokasi mana Anda akan memberikan pupuk dengan jumlah sesuai kebutuhan. Teknik MOET ini tergolong sangat mudah dilakukan, lebih menghemat biaya dan dapat meminimalisir resiko kerugian, akibat pengeluaran biaya pemupukan yang tidak tepat sasaran. Sehingga pendapatan dalam usaha tani dapat Anda dioptimalkan. Meski terlihat sederhana, namun harus Anda akui penemuan cerdas Dr. Cesar Mamaril ini sangat bermanfaat bagi kalangan petani kecil. Silahkan share info agri ini, agar bisa membantu petani kita… Dimuat dari berbagai sumber
memberikanpupuk anorganik agar kesuburan tanah meningkat Semua jawaban benar Jawaban: B. memberikan pupuk organik agar kesuburan tanah meningkat. Dilansir dari Ensiklopedia, unsur hara di dalam tanah lama-kelamaan akan habis sehingga tanah menjadi tandus dan sulit ditanami. cara menjaga keseimbangan lingkungan yang sesuai peristiwa tersebut
Cara Mengetahui Kandungan Unsur Hara – Berbicara tanah kering, Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai lahan kering cukup luas. menurut BPS tahun 2013, lahan kering di Indonesia yang terdiri dari lahan tegal dan ladang memiliki luas 14,38 juta ha. Namun kabarnya sebagian besar lahan tersebut banyak yang mengalami kerusakan akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan. Sehingga terjadi penurunan bahan organik dan unsur hara dalam tanah. Padahal kandungan bahan organik dan unsur hara yang tinggi adalah faktor penting dalam meningkatkan produksi pertanian nasional. Saat ini kebanyakan petani banyak bilang bahwa kondisi tanah mereka tak sebaik 10 atau 20 tahun yang lalu. Bahkan kebanyakan dari mereka ragu jika menanam tanpa menggunakan pupuk kimia sama sekali. Perangkat Uji Tanah Kering PUTK. Image source Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran kandungan unsur hara tanah, yakni untuk mengetahui unsur hara apa yang tersedia dan yang tidak tersedia. Dengan demikian petani dapat mengetahui kandungan tinggi atau rendah-nya kandungan unsur hara di lahan mereka, kemudian melakukan pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Untuk mengetahui kandungan unsur hara tanah biasanya dilakukan analisis sampel atau contoh tanah di laboratorium kimia tanah. Tentu saja tidak semua petani mempunyai kemampuan akses ke lab tanah. Bagi sebagian petani mungkin hal tersebut nampak merepotkan. Bagi petani yang penting adalah tahu hasil akhirnya. Untuk mengukur kandungan unsur hara tanah, P, K, C organic/N, ph dan kebutuhan kapur, bisa menggunakan perangkat PUTK, yaitu perangkat uji tanah kering. PUTK merupakan alat bantu bantu analisis hara tanah kering yang dapat dilakukan secara mandiri cepat. Dengan PUTK pengukuran unsur hara tanah bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun. Nah, di artikel kali ini kita akan mengulas cara mengetahui kandungan unsur hara tanah, N, P, dan K menggunakan PUTK. Deskripsi perangkat PUTK Cara Mengetahui Kandungan Unsur Hara Komponen PUTK, terdiri 4 komponen utama yaitu pertama, berbagai jenis pereaksi yaitu pereaksi P, K, C Organic, pH dan kebutuhan kapur. Kedua, bagan warna, yaitu bagan warna P, K, C Organic, pH dan bagan kebutuhan kapur dan bagan kebutuhan bahan oganik. Macam-macam pereaksi pada PUTK. Image source Ketiga, peralatan tabung reaksi volume 10 ml, sendok stainless, pengaduk dari kaca, rak tabung reaksi, sikat pembersih tabung reaksi, dan kertas tisu. Keempat, buku petunjuk penggunaan PUTK. Sebelum menggunakan PUTK, langkah pertama adalah pengambilan contoh/sampel tanah. Contoh tanah yang diambil merupakan contoh tanah komposit dan harus mewakili lahan yang akan dianalisis lahannya. Cara membuat sampel/contoh tanah komposit Contoh tanah komposit merupakan contoh tanah yang siap untuk dianalisis dan dianggap mewakili lahan 5-8 hektar lahan kering. Hal yang perlu diperhatikan sebelum mengambil contoh tanah, contoh tanah diambil sebelum tanam atau menjelang pengolahaan tanah. Rumput, batu dan kerikil dan sisa bahan organic segar yang terdapat di permukaan tanah harus disingkirkan. Tanah dalam kondisi tidak terlalu basah. Pengambilan contoh tanah harus dilakukan dengan cara yang benar agar rekomendasi pemupukannya lebih tepat dan akurat Areal atau lahan yang akan diambil contoh tanahnya, perlu diperhatikan tekstur, warna tanah, topografi, pertumbuhan tanaman dan penggunaan tanahnya.. Pada lahan datar, pengambilan contoh tanah individu bisa dengan cara diagonal, zig zag, atau random acak. Untuk lahan hamparan lahan kering yang relative homogen. Satu contoh tanah komposit dapat mewakili 5-8 hektar lahan kering. Sementara itu pada lahan berlereng, area pengambilannya dibagi berdasarkan lereng atas, tengah dan bawah. Tanah individu yang diambil harus sama dari ketebalan, berat atau kedalaman antar satu titik dengan titik yang lain, misal 500 gram tiap titik. Contoh tanah individu diambil pada kedalaman 0-20 cm dengan cangkul sekor atau bor tanah. Contoh-contoh tanah individu tersebut lalu dicampur dan diaduk merata dalam ember, dari campuran contoh tanah tersebut kemudian diambil lagi setengah kilo di plastic bening diberi keterangan lokasi, waktu dan nama pengambil sampel. Contoh tanah itulah yang disebut dengan contoh tanah komposit yang siap untuk dianalisis. Cara Penetapan Status Hara P Tanah Ambil contoh tanah sebanyak setengah sendok spatula atau 0,5 ml. Masukkan kedalam tabung reaksi. Tambahkan 3 ml perekasi p1, kemudian aduk menggunakan pengaduk kaca sampai homogen. Kemudian tambahkan perekasi p2 sebanyak kurang lebih 10 butir atau seujung sendok spatula, lalu dikocok 1 menit, pereaksi p2 ini dibutuhkan hanya sedikit sekali, setelah dikocok 1 menit diamkan selama 10 menit. Didalam bagan warna ada 2 pilhan, untuk tanah non-andisol dan andisol. Karena tanah yang kita analisis bukan tanah andisol maka kita gunakan tanah yang atas. Bandingkan warna yang dihasilkan dengan tabel warna P tanah, apakah hasil P tanahnya rendah, sedang atau tinggi. Cara Penetapan Status Hara K Tanah Ambil contoh tanah sebanyak setengah sendok spatula atau 0,5 ml. Masukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 4 ml perekasi k1, kemudian aduk menggunakan pengaduk kaca sampai homogen, diamkan 5 menit sampai larutan menjadi jernih. Kemudian tambhakan perekasi k2 sebanyak 2 tetes, lalu dikocok diamkan selama 5 menit. Terakhir tambahkan 2ml k3 secara perlahan-lahan melalui dinding tabung, diamkan beberapa saat lalu amati kabut putih yang terbentuk antara k3 dan dibawahnya. Hasil pengukuran menunjukkan kadar K rendah jika tidak ada endapan putih, K sedang jika ada sedikit endapan putih dan K tinggi jika banyak endapan putih. Cara Penetapan C Organic Tanah Memiliki korelasi postif dengan kadar N tanah. Digunakan untuk mengestimasi kada C Organic tanah yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan potensi ketersediaan N dalam tanah. Ambil contoh tanah sebanyak setengah sendok spatula atau 0,5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml pereaksi c1, aduk dengan pengaduk kaca, hingga homogen, kemdian tambahkan pereraksi c2 tetapi jangan diaduk, diamkan selama 10 menit. Apabila busa yang terbentuk sama atau kurang dari 2 cm, maka kandugan C Organic tanah tergolong rendah, dan rekomendasi pemberian bahan organiknya sebanyak 2 ton/hekatar. Bila tinggi busa lebih dari 2 meter. Maka C Organic tanah sedang dan tinggi, dengan rekomendasi pemberian bahan Organic 1 ton/hektar. Baca juga Cara Mudah Mengukur Kekurangan Unsur Hara Plant Deficiency Guide dari Daun Tanaman Nah, sobat itulah cara penggunaan PUTK, sebuah perangkat untuk mengetahui mengukur kandungan unsur hara tanah, utamanya unsur hara N, P dan K. PUTK itu ibarat miniatur laboratorium yang dapat kita bawa langsung ke lahan pertanian kita. Ya walaupun prosesnya agak panjang ya. PUTK, miniatur laboratorium kimia tanah. Bersifat portabel mudah dibawa kemana-mana. Image source tokopedia Apalagi jika dibandingkan dengan perangkat sensor berteknologi canggih, yang dapat mengukur kesuburan tanah dengan cepat dan bisa diakses via smartphone. Tentu saja perangkat PUTK kalah jauh soal itu. Namun apapun itu, paling tidak adanya PUTK ini bisa membantu petani untuk mengukur kualitas dan kesuburan tanah milik mereka. Bagaimana menurut anda ? Apakah anda punya pengalaman menggunakan PUTK ? Related postsCara Membuat Biochar Bahan Utama Terra PretaInilah Cara Pemupukan Ngirit Biaya [Hanya Sedikit Petani Yang Tahu]Inilah Perbedaan Agribisnis, Agroindustri dan AgroteknologiTips dan Cara Pemupukan Tanaman Secara Tepat !Keren ! Negara Gurun Arab Saudi Bisa Swasembada Sayur dan Buah. Ternyata Begini Caranya !Sama-Sama Sumber Fosfor P, Berikut Ini Beda Pupuk SP36 dan TSP !
kandunganair yang tertahan di dalam tanah. Kelembaban tanah merupakan salah Tentang pentingnya mengetahui suatu keadaan tanah dimana tata air, udara, dan unsur hara dalam keadaan cukup seimbang dan sesuai kebutuhan tanaman, dapat mendeteksi kelembaban dalam tanah. sensor ini terdiri dari dua probe untuk
Home Penemuan Kamis, 08 Juni 2023 - 1450 WIBloading... Ilustrasi tanah vulkanik. Foto Istimewa A A A JAKARTA - Tanah vulkanik dari letusan gunung berapi, ternyata memiliki kandungan zat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Kandungan berbahaya itu, bisa menyebabkan masalah kesehatan. Anita Yuliyanti, Peneliti Ahli Pertama bidang Geologi, Indonesian Institute of Sciences LIPI mengatakan, batuan permukaan tanah di sekitar tepian kawah gunung berapi hingga radius sekitar 1 km, mengandung zat kimia. "Dikenal sebagai potential harmful elements PHEs. Zat ini terdiri dari logam berat dan beberapa unsur lain yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan, karena sifatnya yang toksik beracun dan karsinogenik dapat memicu kanker," katanya, dilansir dari The Conversation, Kamis 8/6/2023. Baca Juga Lebih lanjut dikatakan, pihaknya melakukan penelitian di kawasan Taman Wisata Alam Talaga Bodas, di Garut, Jawa Barat. Kawasan ini berada tidak jauh dari lahan perkebunan warga. "Temuan kami juga memperkuat penelitian di negara lain yang mengungkapkan adanya kandungan zat-zat berbahaya dalam batuan vulkanik," sambungnya. Tanah vulkanik sering dimanfaatkan warga untuk pertanian, perkebunan, dan pariwisata. Material vulkanik yang kaya akan nutrien unsur hara membuat tanah Indonesia terkenal subur dan cocok untuk perkebunan. Baca Juga Namun, saat tumbuhan menyerap unsur hara dalam tanah, tidak jarang zat berbahaya juga turut terserap ke dalam produk pangan. Zat berbahaya itu meliputi arsenik, antimon, kadmium, kobalt, kromium, dan merkuri. Penjelasan mengenai 6 zat kimia berbahaya itu sebagai berikut 1 Arsenik As kanker gunung api aktif aktivitas vulkanik tanah Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 7 jam yang lalu 8 jam yang lalu 10 jam yang lalu 12 jam yang lalu 13 jam yang lalu 14 jam yang lalu
pergerakannyadalam tanah mempengaruhi kondisi senyawa allelopati. Kajian allelopati juga harus mempertimbangkan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Ekspresi allelopati di lapangan sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah , keasaman, kandungan hara, teknik pengolahan tanah, dan sistem tanam. Mikroorganisme
Soil nutrient availability maps are needed to be used as a basis for managing fertilizer use, as well as soil acidity pH values. If the nutrient status of N, P, K and soil acidity is known, it is expected that the dosage of fertilization of each land can be done in accordance with thenutrient status. It can also reduce the cost of fertilization. This study aims to determine the factors of land affecting the distribution of nutrients N P K and soil pH. The research was conducted in Gugut Village, Rambipuji District, Jember from June to August 2016. The research was conducted by using free grid survey method with semi-detailed survey rate of 1 scale. The distribution pattern of each nutrient status was analyzed by matrix method approach to find out the factors that most influence the distribution of nutrients N, P, K and pH. From the result of research, map of nutrient distribution of N, P, K is almost similar to the result of geological map overlay, landform, land use and altitude. According to Wilding and Drees 1983, the diversity of nutrient status can be due to differences in lithology / parent material, climate, erosion, biological influences, and hydrology. The N, P, K soil availability map only meets of the elevation map section. Therefore, the temporal nutrient status mapping can not be generated based on existing land map units so it is advisable to use the rigid grid method. While soil pH maps are almost similar to overlays between geological maps, landforms, land use and climate. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 109 Buana Sains Vol 18 No 2 109 - 124, 2018 SEBARAN UNSUR HARA N, P, K DAN PH DALAM TANAH Bambang Siswanto Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract Soil nutrient availability maps are needed to be used as a basis for managing fertilizer use, as well as soil acidity pH values. If the nutrient status of N, P, K and soil acidity is known, it is expected that the dosage of fertilization of each land can be done in accordance with thenutrient status. It can also reduce the cost of fertilization. This study aims to determine the factors of land affecting the distribution of nutrients N P K and soil pH. The research was conducted in Gugut Village, Rambipuji District, Jember from June to August 2016. The research was conducted by using free grid survey method with semi-detailed survey rate of 1 scale. The distribution pattern of each nutrient status was analyzed by matrix method approach to find out the factors that most influence the distribution of nutrients N, P, K and pH. From the result of research, map of nutrient distribution of N, P, K is almost similar to the result of geological map overlay, landform, land use and altitude. According to Wilding and Drees 1983, the diversity of nutrient status can be due to differences in lithology / parent material, climate, erosion, biological influences, and hydrology. The N, P, K soil availability map only meets of the elevation map section. Therefore, the temporal nutrient status mapping can not be generated based on existing land map units so it is advisable to use the rigid grid method. While soil pH maps are almost similar to overlays between geological maps, landforms, land use and climate. Keywords Map; nutrient elements N; P; K; pH Pendahuluan Peta status hara N, P, dan K dapat menggambarkan ketersediaan unsur N, P, dan K dalam tanah, apakah dalam kondisi rendah, sedang atau tinggi. Status unsur hara N, P, dan K penting untuk diketahui, karena dapat digunakan sebagai dasar penetapan jenis dan dosis pupuk. Peta kemasaman tanah pH juga penting karena pH tanah berhubungan dengan ketersediaan hara dalam tanah. Apabila status unsur hara N, P, K dan pH tanah telah diketahui, maka pemilihan jenis dan dosis pemupukan dapat dilakukan. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan menekan kerugian akibat pemupukan. Nitrogen merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan hampir sebagian besar jenis tanaman. Nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan dan mudah terserap oleh akar. Ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. 110 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Ion ammonium yang bermuatan positif akan terikat oleh koloid tanah, tidak mudah hilang oleh proses pencucian, dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. Sumber nitrogen terbesar berasal dari atmosfer, dan dapat masuk ke tanah melalui air hujan atau udara yang diikat oleh bakteri pengikat nitrogen seperti Rhizobium sp. Bakteri memiliki kemampuan menyediakan 50-70% kebutuhan dari nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman Bhattacharyya, Dengan demikian sebaran kandungan nitrogen dalam tanah sangat erat berhubungan dengan perbedaan bahan induk tanah, iklim dan cara pengelolaan. Selanjutnya Andri N dan Sudjudi 2002 mengemukakan bahwa ketersediaan fosfor di dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor, akan tetapi yang paling penting ialah pH tanah. Fosfor akan bereaksi dengan ion besi dan aluminium dan membentuk besi fosfat dan aluminium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman pada tanah yang memiliki pH rendah atau masam. Fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium dan membentuk kalsium fosfat yang sukar larut sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman pada tanah yang memiliki pH tinggi atau alkalis Dhage, et. al., 2014. Oleh karena itu, pH tanah perlu diperhatikan dalam pemupukan fosfor. Faktor lain yang menentukan ketersediaan fosfor dalam tanah ialah aerasi tanah, suhu, bahan organik, dan ketersediaan unsur hara lain. Dari ketiga unsur hara makro yang diserap tanaman N, P dan K, kalium lah yang jumlahnya paling melimpah di permukaan bumi. Tanah mengandung 400-650 kg kalium untuk 93 m2 pada kedalaman 15,24 cm. Sekitar 90-98 % berbentuk mineral primer yang tidak dapat terserap oleh tanaman, sekitar 1-10 % terjebak dalam koloid tanah karena kalium bermuatan positif, sisanya hanya 1-2 % terdapat dalam larutan tanah dan tersedia bagi tanaman Ispandi A, 2000. Unsur K tidak mudah dipindahkan pada sebagian besar tanah. Perpindahan atau pergerakan K terutama melalui proses difusi. Jika dibandingkan dengan nitrat, unsur K kurang mobile, tetapi lebih mobile daripada unsur P. Pada tanah-tanah berpasir dengan KTK rendah, Kalium dapat digerakkan melalui proses aliran massa, dan kehilangan dari tanah permukaan akan terjadi, terutama setelah hujan lebat. Kehilangan K dapat diminimalkan dengan menerapkan praktek pengendalian erosi yang baik dan benar, mempertahankan pH yang baik untuk meningkatkan KTK tanah, mengembalikan sisa organik, dan menggunakan aplikasi terpisah untuk mengurangi kehilangan melalui pencucian pada tanah-tanah dengan KTK rendah. Ketersediaan unsur hara sangat terkait dengan aktivitas ion H+ atau pH dalam larutan tanah. Menurunnya pH tanah secara langsung meningkatkan kelarutan unsur Mn, Zn, Zu dan Fe. Pada pH kurang dari sekitar 5,5 tingkat meracun dari unsur Mn, Zn atau Al bertambah. Ketersediaan unsur N, K, Ca, Mg, dan S cenderung menurun dengan menurunnya pH. Pengaruh pH pada unsur P dan unsur B tidak langsung, karena ketersediaan unsur ini tergantung pada pembentukan senyawa kurang larut dengan Al, Fe, Mn, dan Ca, yang dipengaruhi oleh pH. Sebagai akibatnya, ketersediaan P dan B menurun, baik pada pH tinggi maupun rendah dengan ketersediaan maksimun pada kisaran pH 5,5-7,0. Menurut Triharto, 2014, tanah dapat bersifat masam karena berkurangnya kation kalsium, 111 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 magnesium, kalium atau natrium. Terlalu banyaknya pupuk nitrogen seperti ZA juga dapat menyebabkan tanah menjadi masam, karena reaksinya di dalam tanah menyebabkan peningkatan konsentrasi ion H+. Perbedaan status hara atau keragaman sifat tanah secara ruang dikelompokkan kedalam dua golongan, yaitu keragaman sistematik dan keragaman acak. Keragaman sistematik memberikan gambaran bahwa sebaran unsur hara dalam tanah berubah secara berangsur atau secara jelas atau menurut kecenderungan tertentu. Penyebab keragaman sistematis yaitu perbedaan topografi, litologi, iklim, aktivitas biologi dan umur suatu wilayah. Untuk wilayah yang tidak luas, keragaman mungkin berkaitan dengan posisi geomorfik dan litologi/bahan induk, vegetasi dan iklim. Hasil penelitian Sukarman et al., 2012 menunjukkan bahwa perbedaan bahan induk tanah dalam suatu landskap dapat menjadi penyebab perbedaan sifat-sifat tanah dan terdapat suatu hubungan yang jelas antara perbedaan sifat-sifat tanah dengan posisinya di dalam lanskap. Wilding dan Drees 1983 mengemukakan bahwa keragaman acak adalah keragaman sifat tanah secara lateral maupun vertikal sifat tanah yang disebabkan oleh beberapa faktor berikut 1 Perbedaan litologi fungsi dari susunan fisika, kimia dan mineralogi dari bahan induk yang mencerminkan asal bahan induk, mekanisme transport dan sejarah perkembangannya. 2 Perbedaan intensitas hancuran fungsi dari jenis dan mekanisme hancuran, pembentukan dan pengangkutan hasil hancuran dan evolusi landskap. 3 Perbedaan erosi dan deposisi fungsi dari stabilitas landskap dan proses-proses geomorfik. Faktor tersebut di atas pengaruhnya dapat diidentifikasi secara visual dan terukur. Pengaruh dari faktor tersebut sulit atau tidak dapat diidentifikasi dengan jelas apabila terdapat interaksi. Menurut Sukarman et al., 2012, tingkat pemetaan status hara tanah mengikuti tingkat pemetaan untuk pemetaan tanah, yaitu ultra detail skala 1> detail skala 1 semi detail skala 1 tinjau mendalam skala 1 tinjau skala 1 eksplorasi skala 1 dan bagan skala < 1 Pemetaan tanah yang pernah dilakukan di Indonesia umumnya berskala 1 atau yang lebih besar. Metode pemetaan status hara tanah sawah yang dilakukan umumnya menggunakan grid sistem. Penelitian mengenai pemetaan status hara sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Ritchie S 2007 melakukan penelitian pemetaan status hara P dan K pada lahan sawah irigasi di Kabupaten Bima dengan menggunakan metode survei grid. Pemetaan status unsur hara dengan metode grid membutuhkan biaya yang besar, karena diperlukan contoh tanah yang banyak dan waktu yang lama. Untuk itu perlu dicari metode pemetaan yang lebih murah namun tetap dapat menghasilkan peta yang bisa mencemirkan sebaran unsur hara di lapang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah, untuk mendapatkan peta dasar kerjayang paling sesuai untuk digunakan sebagai alat untuk melaksanakan pemetaan sebaran unsur hara N P K dan pH tanah. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gugut, Kecamatan Rambipuji, Jember pada bulan Juni 2015 sampai Agustus 2016. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Jurusan Tanah Universitas Brawijaya, sedangkan analisis spasial dan pemetaan dilakukan di Laboratorium Sistem Informasi 112 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Geografis, Jurusan Tanah Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei grid bebas dengan tingkat survei semi detail skala 1 Metode grid bebas merupakan perpaduan metode grid kaku dan metode grid fisiografis. Pengamatan lapangan dilakukan seperti pada grid kaku, tetapi jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah dan tergantung fisiografi daerah survei. Jika terjadi perubahan fisiografi yang mencolok dalam jarak dekat, maka perlu pengamatan yang lebih rapat, sedangkan jika landformrelatif seragam maka jarak pengamatan dapat dilakukan berjauhan. Lokasi pengambilan contoh tanah terlihat seperti pada Gambar 1. Pola sebaran masing-masing status unsur hara dianalisis dengan pendekatan metode matriks untuk mengetahui peta dasar yang dapat digunakanuntuk menyusun peta sebaran dari masing-masing unsur hara yang diamati. Metode matriks digunakan untuk mendapatkan kombinasi peta yang dapat membentuk pola yang paling menyerupai peta sebaran unsur hara yang diamati. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa percobaan untuk mendapatkan hasil overlay peta yang paling menyerupai peta sebaran unsur hara yang diamati. Peta sebaran masing-masing unsur yang telah diberi skor pada setiap status selanjutnya di-overlay untuk mendapatkan Peta Ketersediaan N P K Tanah. Peta Ketersediaan N P K Tanah yang dihasilkan selanjutnya diuji kevalidannya dengan menggunakan uji-t berpasangan. Matriks digunakan sebagai analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi bentuk sebaran unsur hara N P K dan pH tanah melalui overlay beberapa peta yang digunakan dan disajikan dalam bentuk tabel. Faktor yang dimaksud mempengaruhi bentuk sebaran unsur merupakan peta dasar yang digunakan. Setiap satuan peta lahan akan memiliki status unsur hara masing-masing, kemudian sebaran status unsur tersebut akan membentuk pola tertentu. Pola yang terbentuk dari sebaran status unsur yang diamati akan dianalisis dengan pendekatan metode matriks untuk mendapatkan kombinasi peta dasar yang dapat digunakan untuk menyusun sebaran tersebut, atau untuk mendapatkan kombinasi Informasi status hara masing-masing unsur akan ditambahkan kedalam attribute peta dan selanjutnya akan diolah menjadi peta status hara N P K dan pH tanah. Pembuatan peta sebaran berdasarkan SPL dilakukan dengan cara menentukan status unsur hara pada suatu SPL dengan memperhatikan status yang dominan pada SPL tersebut dan memperhatikan adanya inklusi peta. Peta sebaran status hara N P K tersebut kemudian digabungkan atau overlay menjadi satu peta yang mewakili seluruh unsur yang diamati. Model peta yang dihasilkan kemudian perlu dilakukan validasi untuk mengetahui kesesuaian informasi antara status ketersediaan N P K pada peta dan di lapangan. Validasi dilakukan dengan mengambil contoh tanah pada beberapa titik secara acak dan di analisis sesuai dengan parameter pengamatan. Hasil analisis tersebut kemudian ditentukan status ketersediaan N P K tanahnya. Analisis statistik digunakan untuk memudahkan interpretasi data penelitian yang diperoleh. Analisis yang digunakan ialah Uji-t berpasangan. Uji-t digunakan untuk menentukan perbedaan antara permodelan peta ketersediaan unsur hara dengan validasi. Apabila tidak terdapat perbedaan antara permodelan dengan validasi, maka permodelan peta kesuburan dapat digunakan. Analisis statistik dilakukan menggunakan software SPSS 16. 113 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Gambar 1. Pengambilan contoh tanah 114 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Berikut merupakan alur tahapan penelitian yang telah dilakukan hingga mendapatkan hasil peta status unsur hara yang diamati. Gambar 2. Rancangan alur tahapan penelitian 115 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis unsur hara diperoleh hasil bahwa hasil analisis N-total % didominasi oleh status N sangat tinggi, dan pada beberapa titik ditemukan status N sedang dan tinggi. Hasil analisis P-tersedia mg/kg didominasi oleh status P tinggi, dan pada beberapa titik ditemukan status P rendah, sedang dan sangat tinggi. Hasil analisis K-tersedia me/100 g tanah didominasi oleh status K sedang, dan pada beberapa titik ditemukan status K sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Hasil analisis pH tanah didominasi oleh status pH tanah masam dan pada satu titik ditemukan status pH tanah sangat masam Gambar 3, 4, 5 dan 6 Gambar 3. Peta sebaran status unsur nitrogen Desa Gugut 116 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Gambar 4. Peta sebaran status unsur fosfor Desa Gugut 117 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Gambar 5. Peta sebaran status unsur kalium Desa Gugut Hasil analisis pH tanah menunjukkan bahwa pada Desa Gugut termasuk dalam kritera masam dan sangat masam. Tanah dengan pH sangat masam ditemukan pada T17 dengan pH 4,3. Namun, titik tersebut diasumsikan sebagai inklusi dikarenakan pengaruhnya sangat kecil. Tanah pada Desa Gugut memiliki pH rata-rata 4,86 pada kondisi pH tersebut masuk kriteria tanah masam. 118 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Gambar 6. Peta sebaran status pH tanah Desa Gugut Status ketersediaan N P K tanah diperoleh dari overlay peta sebaran N, peta sebaran P dan peta sebaran K yang telah diberi skor harkat pada masing-masing statusnya. Bentuk dari peta sebaran status ketersediaan N P K tanah menyerupai peta sebaran P. Status ketersediaan N P K tanah di Desa Gugut termasuk dalam tiga kriteria yaitu sedang, tinggi dan sangat tinggi. Status ketersediaan N P K tanah sedang ditemukan pada SPL 1, status kesuburuan tanah tinggi ditemukan pada SPL 2, SPL 3 dan SPL 4, sedangkan status ketersediaan N P K tanah sangat tinggi ditemukan pada SPL 5. Penentuan skor pada status kesuburan ditentukan dengan indeks bilangan tertimbang, skor ketersediaan N P K tanah ditunjukkan pada Tabel 1. 119 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Tabel 1. Skor Ketersediaan N P K Tanah Pada Tiap SPL Keterangan *Kriteria Berdasarkan Balai Penelitian Tanah 2009, ST= Sangat Tinggi; T= Tinggi; S= Sedang R= Rendah; SR= Sangat Rendah **Kriteria Berdasarkan Indeks Bilangan Tertimbang Tabel 2. Status Ketersediaan N P K Tanah Sumber Attribute Peta Sebaran Unsur PDesa Gugut Skala 1250002015. Pemetaan status unsur hara dilakukan dengan metode grid bebas, sehingga apabila pada suatu lahan memiliki landform yang relatif seragam maka titik pengambilan contoh tanah dapat dilakukan berjauhan. Pada beberapa titik pengamatan dalam satu SPL ditemukan beberapa status unsur hara, sehingga akan mempengaruhi penentuan status unsur hara pada SPL tersebut apabila titik pengambilan contoh tanah dilakukan berjauhan. Apabila titik pengamatan dilakukan secara kaku akan terdapat jumlah titik pengamatan yang lebih banyak dan dapat dilihat status yang lebih dominan. Survei grid kaku cukup teliti dalam menentukan batas satuan peta pada daerah survei yang relatif datar Maruduret. al., 2013. Namun, terdapat beberapa pertimbangan untuk melakukan survei metode grid kaku. Survei ini memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar dan sebagian lokasi pengamatan tidak mewakili satuan peta yang dikehendaki, misalnya pemukiman, wilayah peralihan dua satuan lahan dan lain-lain. Dengan ditambahkan beberapa peta dasar penyusun satuan lahan seperti peta sumber air irigasi, peta bentuk teras, dan peta manajemen pemupukan diharapkan akan menambah tingkat ketelitian pengambilan contoh tanah. 120 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Gambar 7. Peta sebaran status ketersediaan N P K Tanah Desa Gugut Analisis matriks digunakan untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi sebaran status unsur hara melalui hasil overlay beberapa peta yang digunakan. Peta yang digunakan untuk mengetahui faktor sebaran tersebut ialah Peta Jenis Tanah, Peta Geologi, Peta Bentuk Lahan, Peta Penggunaan Lahan, Peta Ketinggian Tempat, dan Peta Kelerengan. Status hara masing-masing titik pengamatan dan Matriks ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. 121 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Tabel 3. Status Hara Titik Pengamatan Tabel 4. Matriks Sebaran N P K dan pH Tanah Sumber Hasil overlay peta Berdasarkan uji matriks, sebaran unsur N didapatkan dengan melakukan overlay peta yaitu peta geologi, peta bentuk lahan dan peta penggunaan lahan. Sebaran status unsur N pada Desa Gugut merata pada semua SPL yaitu sangat tinggi. Oleh karena itu, bentuk dari sebaran unsur N akan didapatkan dengan melakukan overlay peta tersebut dikarenakan bentuk sebaran dari peta geologi dan peta bentuk lahan yang seragam pada wilayah Desa Gugut yaitu formasi breksi Argopuro dan dataran vulkanik tua Bentuk sebaran dari status hara N seragam sesuai dengan hasil overlay peta geologi, bentuk lahan dan penggunaan lahan. Menurut Wilding dan Drees 1983, keragaman status hara dapat disebabkan oleh perbedaan 122 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 litologi/bahan induk, perbedaan intensitas hancuran, pengaruh erosi, pengaruh biologi, dan perbedaan hidrologi. Keseragaman penyusun wilayah tersebut diasumsikan dapat menyeragamkan status hara N pada wilayah ini. Hal tersebut didukung dengan pemupukan nitrogen yang diaplikasikan pada lahan di Desa Gugut rata-rata di atas dosis rekomendasi yang ada. Hasil wawancara manajemen pemupukan ditunjukkan pada Lampiran 8. Namun, pada beberapa titik seperti T7, T11 dan T14 ditemukan status hara N yang berbeda. T7 dan T11 memiliki status N tinggi dan T14 memiliki status N sedang. Berdasarkan uji matriks, sebaran unsur P didapatkan dengan melakukan overlay peta yaitu peta geologi, peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan dan peta ketinggian tempat. Sebaran status unsur P pada Desa Gugut tersebar menjadi tiga kriteria yaitu sedang, tinggi dan sangat tinggi. Bentuk sebaran dari status hara P hampir sesuai dengan hasil overlay peta geologi, bentuk lahan, penggunaan lahan dan ketinggian tempat. Menurut Wilding dan Drees 1983, keragaman status hara dapat disebabkan oleh perbedaan litologi/bahan induk, perbedaan intensitas hancuran, pengaruh erosi, pengaruh biologi, dan perbedaan hidrologi. Wilayah pengamatan memiliki ketinggian tempat yang beragam mulai dari 40 mdpl hingga 120 mdpl. SPL 1 berada pada ketinggian 40 – 60 mdpl memiliki sebaran P dengan status sedang. SPL 2 dan SPL 3 berada pada ketinggian 60 – 80 mdpl sedangkan SPL 4 berada pada ketingian 80 – 100 mdpl, SPL tersebut memiliki sebaran P dengan status tinggi. SPL 5 berada pada ketinggian 100 – 120 mdpl memiliki sebaran P dengan status sangat tinggi. Pada beberapa titik seperti T4 dan T11 ditemukan status P yang berbeda. T4 memiliki status P rendah dan T11 memiliki status P sangat tinggi. Berdasarkan uji matriks, sebaran unsur K didapatkan dengan melakukan overlay peta yaitu peta jenis tanah, peta geologi, peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan dan peta ketinggian tempat. Sebaran status unsur K pada Desa Gugut tersebar menjadi tiga kriteria yaitu sedang, tinggi dan sangat tinggi. Bentuk sebaran dari status hara K hampir sesuai dengan hasil overlay peta jenis tanah, geologi, bentuk lahan, penggunaan lahan dan ketinggian tempat. Menurut Wilding dan Drees 1983, keragaman status hara dapat disebabkan oleh perbedaan litologi/bahan induk, perbedaan intensitas hancuran, pengaruh erosi, pengaruh biologi, dan perbedaan hidrologi. Desa Gugut memiliki dua jenis tanah yaitu Typic Hapludalfsdan Typic Epiaqualfs. SPL 1, SPL 2 dan SPL 3 memiliki jenis tanah Typic Epiaqualfs sedangkan SPL 4 dan SPL 5 memiliki jenis tanah Typic Hapludalfs. Wilayah pengamatan memiliki ketinggian tempat yang beragam mulai dari 40 mdpl hingga 120 mdpl. SPL 1 berada pada ketinggian 40 – 60 mdpl, SPL 2 dan SPL 3 berada pada ketinggian 60 – 80 mdpl. SPL1, SPL 2 dan SPL 3 memiliki sebaran K dengan status sedang. SPL 4 berada pada ketingian 80 – 100 mdpl, SPL tersebut memiliki sebaran K dengan status tinggi. SPL 5 berada pada ketinggian 100 – 120 mdpl memiliki sebaran K dengan status sangat tinggi. Pada beberapa titik seperti T4, T6, T7, T12 dan T17 ditemukan status hara K yang berbeda. T4 memiliki status K rendah, T6 memiliki status K tinggi, T7 memiliki status K sangat tinggi, T12 memiliki status K sangat rendah, dan T17 memiliki status K rendah. Bentuk sebaran K tidak seluruhnya sesuai dengan hasil overlay peta yang digunakan. Sebaran tersebut hanya sesuai pada SPL 123 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 4 dan SPL 5, sedangkan SPL 1, SPL 2, dan SPL 3 bergabung menjadi satu. Oleh karena itu, peta sebaran K hanya memenuhi 19 % bagian Peta Ketinggian Tempat. University of Nebraska Cooperative Extension 1999 menyatakan bahwa mekanisme yang tepat mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi kalium dalam tanah belum dapat dipahami secara jelas. Namun, beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi kalium dalam tanah ialah 1 jenis tanah, 2 suhu, 3 siklus lahan basah dan kering, 4 pH tanah, dan 5 aerasi dan kelembaban tanah. Pada tanah-tanah berpasir dengan KTK rendah, Kalium dapat digerakkan melalui proses aliran massa, dan kehilangan dari tanah permukaan akan terjadi, terutama setelah hujan lebat. Berdasarkan uji matriks, sebaran pH tanah didapatkan dengan melakukan overlayPeta yaitu Peta Geologi, Peta Bentuk Lahan dan Peta Penggunaan Lahan. Sebaran status pH tanah pada Desa Gugut merata pada semua SPL yaitu masam. Oleh karena itu, bentuk dari sebaran pH tanah akan didapatkan dengan melakukan overlaypeta tersebut dikarenakan bentuk sebaran dari Peta Geologi dan Peta Bentuk Lahan yang seragam pada wilayah Desa Gugut yaitu formasi breksi Argopuro dan dataran vulkanik tua. Lahan yang dipetakan merupakan penggunaan lahan sawah irigasi, sehingga batas-batas yang terdapat pada sebaran status pH tersebut dikarenakan pada Desa Gugut terdapat beberapa penggunaan lahan yang bukan daerah pengamatan yaitu pemukiman, perkebunan dan semak. Bentuk sebaran status pH tanah diasumsikan dapat disamakan dengan sebaran status unsur N. Hal tersebut selaras dengan penggunaan pupuk N dengan dosis tinggi akan menyebabkan tanah bersifat masam. Analisis normalitas data digunakan untuk mengetahui data tersebut berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Data yang tidak berdistrubusi normal perlu dilakukan transformasi sebelum dianalisis lebih lanjut. Uji normalitas yang digunakan ialah Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi untuk skor model peta ketersediaan unsur N P K tanah dan validasi ialah 0,491. Nilai signifikansi skor peta ketersediaanunsur N P K tanah lebih besar dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal. Validasi dilakukan dengan membandingkan data skor model peta ketersediaan N P K tanah dan data skor titik validasi yang telah di uji normalitas terlebih dahulu. Berdasarkan hasil Uji-t Berpasangan diperoleh hasil bahwa nilai t sebesar 1,00 dan signifikansi Sig.2-tailed sebesar 0,347. Nilai signifikansi data tersebut lebih kecil dari nilai t, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam Uji-t Berpasangan dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Hal tersebut dapat diartikan tidak terdapat perbedaan antara rata-rata pada data model peta ketersediaan N P K tanah dan rata-rata pada data titik validasi. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa data model peta ketersediaan N P K tanah dengan data titik validasi tidak berbeda nyata. Oleh kerena itu, model peta ketersediaan N P K tanah dapat digunakan sebagai referensi status hara N P K di Desa Gugut. 124 B. Siswanto/ Buana Sains Vol 18 No 2 109-124 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwaPeta Ketersediaan Unsur N P K dan pH dapat dihasilkan dari kombinasi beberapa peta dasar yang digunakan yaitu peta jenis tanah, peta geologi, peta bentuk lahan, peta ketinggian tempat, dan peta penggunaan lahan. Namun, pada sebaran unsur P dan unsur K kombinasi tersebut tidak sepenuhnya sesuai dikarenakan hanya memenuhi sebagian pola dari peta ketinggian tempat. Daftar Pustaka Bhattacharyya, Ranjan., S. Kundu., Ved Prakash., dan H. S. Gupta. 2008. Sustainability Under Combined Application of Mineral and Organic Fertilizers in a Rainfed Soybean-Wheat Systems of the Indian Himalayas. Europe. J. Agronomy, 28 33-46 Dhage, Shubhangi J., Patil dan Dhamak. 2014. Influence of Phosporus and Sulphur Levels on Nodulation, Growth Parameters and Yield of Soybean Glycine max L. Grown on Vertisol. Asian Journal of Soil Science, 9 2 244-249 Ispandi, Anwar. 2002. Pemupukan NPKS dan Dinamika Hara dalam Tanah dan Tanaman Kacang Tanah di Lahan Kering Tanah Alfisol. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 21 1 48-56 Marudur, Star Pangaribuan., Supriadi dan Sarifuddin. 2013. Pemetaan Status Hara K, Ca, Mg Tanah Pada Kebun Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq di Perkebunan Rakyat Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1 4 987-995 Nurwati, Andri dan Sudjudi. 2002. Hasil Penelitian Status Hara P dan K di Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Bima. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Ritchie, Sinuraya. 2007. Pemetaan Status Hara P-Tersedia, P-Total, dan K-Tukar di Kebun Tanjung Garbus-Pagar Marbau PTPN II. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan. Sukarman., D. Setyorini., dan S. Ritung. 2012. Metode Percepatan Pemetaan Status Hara Lahan Sawah. pp 141-150. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi, Bogor 29-30 Juni 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian; Indonesia. Triharto, Sukma., L. Musa dan Gantar Sitanggang. 2014. Survei dan Pemetaan Unsur Hara N, P, K dan pH Tanah Pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2 31195-1204 Wilding, dan Drees. 1983. Spatial Variability and Pedology. Dalam Wilding, Semeck dan Hall ed.. 1983. Pedogenesis and Soil Taxonomy I. Concept and Interaction. Elsevier Science Publisher Amsterdam, Netherlands. ... The element nitrogen is available at a pH of phosphorus is often found at a pH of [14]. Not optimal nutrient uptake affected in imperfect growth and development of rhizomes. ...... An acidic pH value also affects the availability of nutrients in the soil. Phosphorus can be available at pH while the optimum pH for nitrogen availability is pH [14]. The type of litosol soil that contains organic matter is classified as very low. ...Red ginger Zingiber officinale var. rubrum is a medicinal plant that contains essential oils in rhizome. In order to meet market demand, by integrated plant nutrition supply it is necessary to apply both organic and inorganic fertilization. This study aims to determine the right combination of ZA and SP 36 fertilizer doses in the growth and yield of red ginger. This esearch was conducted in March - August 2021 in Pelem, Wonorejo Village, Jatiyoso District, Karanganyar Regency, Indonesia with 762 usl and coordinates 7°43' 111°05' The research design used randomized completed block design RCBD one factor with 4 levels and 6 replications. The treatment levels were D0 Control, without in organic fertilization, D1 225 ⁻¹ ZA+50 ⁻¹ SP 36, D2 450 ⁻¹ ZA+100 ⁻¹ SP 36, D3 675 ⁻¹ ZA+150 ⁻¹ SP 36. The results ZA and SP 36 fertilization obtained have not been able to increase the growth and yield of red ginger. Research needs to be done with the balance of other nutrients to increase the yield of red ginger.... Melon Cucumis melo L. merupakan tanaman hortikultura buah yang memiliki rasa manis dan menyegarkan sehingga banyak disukai oleh masyarakat, selain itu melon mengandung gizi yang cukup tinggi. Dalam 100 g melon yang dikonsumsi mengandung 0,6 g protein, 17 mg kalsium, 0,045 mg thiamin, 2,4 IU vitamin A, 30 mg vitamin C, 0,045 mg vitamin B, 0,065 mg vitamin B2, 6 mg karbohidrat, 1 mg niasin, 0,065 mg riboflavin, 0,4 mg zat besi, 0,5 mg nikotianida, 93 mL air, 4 g serat, dan 23 kalori Siswanto, 2010. ...... Pertumbuhan dan hasil yang lebih rendah ini diantaranya disebabkan oleh tingginya pH media tanam pada dosis 35 tonha -1 , yaitu sebesar 7,8 Tabel 5. Menurut Siswanto 2018 sebaran unsur hara terbesar terdapat pada pH tanah antar 5,5 -7,0. Peningkatan pH akan mengurangi ketersediaan unsur hara seperti P, B, Fe, dan Cu, serta meningkatkan ketersediaan unsur Na dan Mo yang bila jumlahnya berlebihan dapat meracuni tanaman. ...Budiyati IchwanHajar ArmandoLily AyuandrianiThis study aimed to examine the effect of vermicompost in increasing melon growth and yield and to obtain a dose of vermicompost that was able to provide the best melon growth and yield. The research design used was a Randomized Block Design RBD with one factor, namely the dose of vermicompost consisting of 0 tonha-1; 5 tonha-1; 15 tonha-1; 25 tonha-1; and 35 tonha-1. The results showed that the application of vermicompost increased plant length, number of leaves, leaf area, stem diameter, fruit diameter, and weight per fruit of melon plants. The dose of vermicompost that gave the best melon growth and yield was 25 tonha-1, with a weight per fruit of 1,8 kg, and productivity of 50 tonha-1, 1,2 times greater than the potential yield of melon... Hal itu mengakibatkan budidaya tanaman di tanah berpasir sangat bergantung pada pemberian pupuk dan irigasi berkala di kondisi kering Saptiningsih 2007. Pertumbuhan tanaman dan hasil produksi dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk dan irigasi secara berkala, tetapi upaya dapat menurunkan efisiensi penggunaan pupuk karena unsur hara akan mudah tercuci Siswanto, 2018 dan rendahnya kemampuan menahan air Zotarelli et al., 2007. Tanah berpasir mampu meloloskan unsur hara yang ditambahkan seperti pupuk P dan N mencapai 98,8% dan 54% Chen et al., 2004. ...... Peningkatan ketersediaan P dalam tanah diakibatkan oleh peningkatan pH tanah akibat pemberian ATB yang bersifat basa sehingga tanah cenderung memiliki pH netral. Ketersediaan P dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah di mana ketersediaan P akan semakin tinggi pada pH tanah netral, yaitu berkisar pada pH 5,5-7 Siswanto, 2018 Masukan unsur hara yang baik seperti unsur P, K, S, Fe, Zn, Cu, Mn, dan B, perbaikan sifat fisika tanah berupa baiknya aerasi tanah yang dapat meningkatkan aktivitas akar dan serapan hara menjadi dampak positif dari aplikasi ATB yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen tanaman Selvakumari et al., 2000;Agustina, 2017;Wilujeng et al., 2020. Adanya kecenderungan lebih rendahnya tinggi tanaman akibat semakin tingginya dosis ATB dapat diakibatkan oleh tingginya kandungan logam dalam ATB. ...Panggah Jayengswasono Kurniawan Sigit WicaksonoCultivation in sandy soils encounters many obstacles due to the nature of the soil, which has a poor ability to hold water and nutrients. In order to increase plant yield, it is necessary to add soil amendments that can improve the properties of sandy soil. The purpose of this study was to elucidate the impact of giving coal fly ash as a soil amendment on the chemical properties of soil and plants, as well as plant growth and production. The study was conducted in a greenhouse with different doses of coal fly ash applied to the growing media. The results showed that the higher dose of coal fly ash could increase the total P content 210-310%, P-available 127%, and soil Pb content 28% compared to the control. Meanwhile, the high dose of coal fly ash can harm the growth and production of water spinach.... Penelitian mengenai kandungan kimia dalam tanah telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu Siswanto, 2019;Nurmegawati dkk., 2012;Agustina dkk., 2020;Manurung dkk., 2022. Hasil penelitian mengenai kandungan zat hara tanah yang meliputi N, P, dan K terhadap produktivitas tanaman berada pada status rendah dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman Agustina dkk., 2020. ...Adristi Nur CamilaHari SiswoyoAndre Primantyo HendrawanTanah merupakan bahan yang tersusun dari mineral padat yang tidak terikat secara kimiawi dan dapat tersusun dari bahan organik yang membusuk. Kesuburan tanah merupakan kapasitas yang dimiliki oleh tanah untuk menghasilkan produk tanaman berdasarkan komoditas yang sesuai. Kelurahan Bandulan merupakan salah satu daerah yang pernah mengalami gagal panen karena diduga kondisi kesuburan tanah yang masih kurang. Selain itu, luas lahan pertanian yang semakin tahun semakin berkurang membuat petani harus memanfaatkan sisa lahan pertanian secara optimal agar dapat menghasilkan hasil komoditas yang maksimal. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi tingkat kesuburan tanah berdasarkan parameter kimia pada lahan pertanian agar penggunaan tanah yang ada dapat dioptimalkan. Identifikasi kesuburan tanah di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan uji PUTS untuk penentuan nilai pH tanah maupun kandungan unsur N, P, dan K dalam tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara acak dalam satu petak lahan sawah yang diteliti. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pH tanah berada pada rentang nilai 5,8–6,6 dengan kondisi tanah asam sedang–agak masam. Parameter N total berada pada kategori rendah–sedang. Parameter P tersedia berada pada kategori sedang–rendah. Parameter K-tersedia berada pada kategori rendah–sedang. Secara umum, kesuburan tanah pada lahan pertanian di lokasi penelitian berada dalam kategori sedang.... Selain itu peningkatan seraran unsur hara P dapat meningkatkan sintesa karbohidrat akibat peningkatan laju fotosintesis. Daun yang menghasilkan karbohidrat berlebih akan diedarkan ke akar untuk digunakan sebagai energi dalam pertumbuhan dan perkembangan akar serta sebagai pertahanan terhadap penyakit [37]. Pengamatan pertumbuhan akar dalam penelitian ini dilakukan setelah 4 MSS dengan mengukur panjang akar semai cabai rawit. ...Hesti KurniahuThe process of cayenne pepper seedling begins with soaking the seeds in liquid to break the dormancy of the seeds. The effect of soaking cayenne pepper seeds using PGPR solution obtained from the root system of cultivated plants, namely cayenne pepper Capsicum frutescens L., maize Zea mays L., peanuts Arachys hypogaea L., and rice Oryza sativa L. which had been harvested was the purpose of this study. Cayenne pepper seeds were soaked overnight using PGPR, then the seeds were sown in a planting medium mixed with soil, manure, compost and husk charcoal in a ratio of 2111. Cayenne pepper seedling plantations were observed for 4 WAP. Using one-way ANOVA test for research data. Soaking cayenne pepper seeds using PGPR had a significant effect on seedling growth in terms of height, number of leaves, and stem diameter parameters with optimal treatment of 50% concentration. Meanwhile, PGPR immersion for seedling root length parameters did not have a significant effect.... Sifat N dan K yang mobil di tanah juga menyebabkan unsur hara tersebut mudah hilang karena pencucian maupun penguapan Nainggolan et al., 2009;Siswanto, 2018. Hal ini diduga menyebabkan aplikasi limbah kopi yang memiliki C/N rendah tidak efektif meningkatkan kadar hara terutama N tanah. ...Husna Husna Ffikrinda FikrindaHifnalisa HifnalisaAbstrak. Efektivitas limbah pertanian seperti ampas tebu, jerami padi dan kulit kopi untuk meningkatkan kesuburan tanah Inceptisol dapat ditingkatkan dengan adanya dekomposer seperti fungi selulolitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis limbah pertanian dan dosis fungi selulolitik terhadap unsur hara N, P, K dan pertumbuhan jagung pada Inceptisol. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial 3x3 dengan tiga ulangan. Faktor-faktor yang diuji yaitu jenis limbah pertanian ampas tebu, jerami padi, dan kulit kopi dan dosis fungi selulolitik 0, 10 g, dan 20 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar N, P, dan K tanah serta pertumbuhan jagung dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan tunggal jenis limbah pertanian namun tidak nyata oleh fungi selulolitik dan interaksi kedua perlakuan tersebut. Jerami padi dan kulit kopi memberikan pengaruh nyata lebih baik daripada ampas tebu terhadap tinggi tanaman pada 45 HST dan diameter batang pada 30 HST dan 45 HST, namun memberikan pengaruh yang sama dengan ampas tebu terhadap kadar N, P, dan K Inceptisol. Jerami padi dan kulit kopi merupakan limbah pertanian yang potensial untuk memperbaiki kadar hara tanah dan pertumbuhan jagung pada Inceptisol. Effect of agricultural waste and dosage of cellulolytic fungi on soil N, P, K and maize growth Zea mays L. on IncepsitolAbstract. The effectiveness of agricultural wastes such as bagasse, rice straw and coffee husks to increase the soil fertility of Inceptisol decomposers such as cellulolytic fungi. This study aimed to determine the effect of the agricultural waste and doses of cellulolytic fungi on the soil N, P, K and the growth of maize on Inceptisol. The study used a 3x3 factorial randomized block design with three replications. The factors were three agricultural waste types bagasse, rice straw, and coffee husk and three cellulolytic fungi doses 0, 10 g, and 20 g. The results showed that the soil N, P, and K and maize growth were significantly affected by the treatment of agricultural waste as a single factor, but not by cellulolytic fungi and the interaction of both treatments. Rice straw and coffee husks significantly had a better effect than bagasse on the plant height at 45 DAP and stem diameters at 30 DAP and 45 DAP, but gave a similar effect effect as bagasse on N, P, and K levels of Inceptisol. Rice straw and coffee husks are potential agricultural wastes to improve soil nutrient levels and maize growth in Inceptisols.... Tanaman yang tumbuh di tanah tanpa unsur-unsur ini akan berkembang dengan buruk. Karena pertumbuhan yang tidak memadai akan menghasilkan kualitas tanaman yang buruk, nutrisi sangat penting bagi tanaman Siswanto, 2019. Berdasarkan dari uraian tersebut, penelitian ini memiliki tujuan yaitu agar dapat mengetahui efektifitas larva Black Soldier Fly BSF dalam mengolah lindi timbunan sampah organik dari TPS. ...Naniek RatniIvon DewindaThe impact of landfilling is the emergence of leachate which contains suspended and dissolved solids, organic and inorganic chemicals which are quite high and have the potential to cause environmental pollution. The lack of variety of leachate treatment makes many researchers start looking for effective ways to reduce leachate. One of the methods proposed is to use decomposer organisms, namely Black Soldier Fly BSF insects. The purpose of this study was to determine the effectiveness of Black Soldier Fly BSF larvae in processing leachate from organic waste from TPS. The research method used growing media or a mixer in the form of chicken feed and variations in leachate concentrations, namely 25%, 40%, 55%, 70%, 85%, and 100% L25, L40, L55, L70, L85, and L100. The results showed that Black Soldier Fly BSF larvae were quite effective in processing leachate for 22 days. The concentration of leachate is quite influential in leachate processing, the greater the concentration, the higher the level of effectiveness. The effectiveness of leachate treatment using BSF larvae is based on the highest media weight loss, namely in the L100 treatment, which is and the lowest in the L25 treatment, which is Fosfor P merupakan unsur terpenting setelah nitrogen dalam membantu proses fotosintesis, perkembangan akar, pembentukan bunga, buah dan biji Wulandari, 2020. Siswanto 2018 mengemukakan bahwa ketersediaan fosfor di dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor, akan tetapi yang paling dominan ialah pH tanah. Unsur P pada tanah masam umumnya tidak tersedia bagi tanaman diakibatkan karena sebagian besar terikat oleh koloid tanah, Fe dan Al.. ...Fiona Victor IswaraYulia NurainiExcessive use of chemical fertilizers in rice fields can reduce soil pH. Elemental P in acid soils is generally not available to plants because it is bound by Fe and Al elements; therefore, it is necessary to make an effort to optimize the availability of P in the soil by improving soil pH with the addition of dolomite lime supported by inorganic fertilizers. This study aimed to determine the effect of dolomite and inorganic fertilizers on plant P uptake, the relationship between available P and phosphate-solubilizing bacteria population, and the effect of dolomite and inorganic fertilizer application on rice yield. This study used a randomized block design with eight treatments and three replications. The results showed that the application of dolomite and inorganic fertilizer had a significant effect on plant P uptake and dry grain weight. The population of phosphate-solubilizing bacteria was positively correlated with the availability of phosphorus in the Maria RumabarAbstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat kimia tanah pada lahan penambangan terbuka batu gamping milik CV. Thiakh yang terletak di distrik Jayapura Selatan kota Jayapura provinsi Papua. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimental dengan tiga tahapan. Tahapan pertama yaitu observasi lokasi penelitian pada lahan penambangan, tahapan kedua adalah pengambilan material tanah sebagai sampel. Tahapan yang ketiga adalah analisis sampel yang dilakukan di laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Sampel tanah diambil pada dua lokasi dengan tiga kedalaman yang berbeda. Lokasi pertama diambil dekat dengan bengkel yang berada pada lokasi penambangan. Kedalaman tanah pada lokasi yang pertama adalah 15 cm dan 30 cm. Lokasi kedua di ambil di daerah penambangan batu gamping dengan kedalaman 50 cm. Dari hasil uji laboratorium diketahui bahwa nilai pH tanah pada lokasi pertama adalah 8,86. Sedangkan nilai pH pada lokasi kedua adalah 9,18 30 cm dan 8,47 50 cm. Untuk beberapa parameter kimia lainnya seperti phospor, kalium, natrium, magnesium, nitrogen total juga memiliki kadar yang rendah. Kata kunci Penambangan Terbuka, Batu Gamping, Sifat Kimia Tanah, Material Tanah,pH Abstract The purpose of this study was determine the chemical properties of the soil in the limestone open pie mining owned by CV Thiak is located in the South Jayapura district Jayapura city, Papua province. The research method used in this study is an experimental research method with three stages. The first stage is observing the research location on mining land, the second stage is taking soil material as a sample. The third stage is sample analysis carried out in the laboratory of the Research and Development Agency for Energy and Mineral Resources, the Center for Research and Development of Mineral and Coal Technology, Ministry of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia. Soil samples were taken at two locations with three different depths. The first location was taken close to the workshop at the mining site. The depth of the soil at the first location is 15 cm and 30 cm. The second location was taken in a limestone mining area with a depth of 50 cm. from the results of laboratory test it is known that the soil pH value at the first location is 8,86. While the pH values at the second location were 9,18 30 cm and 8,47 50 cm. For several other chemical parameters such as phosporus, potassium, sodium, magnesium, total nitrogen also has low levels. Keywords Open Pit Mining, Limestone, Soil Chemical Properties, Soil Material, pHFeby SyaharaniSiti Muslikah Novi ArfaritaBiofertilizer is a living microorganism material and is useful for increasing soil fertility and the production quality of a plant. The VP3 biofertilizer formulation is known to increase the activity of beneficial microorganisms for plant growth. Trichoderma viride is a good microorganism used as a biopesticide. This study was conducted to determine the effect of VP3 and Trichoderma viride FRP3 biofertilizers on the growth of soybean Glycine max L Merrill and the total population of soil microorganisms. This research was conducted in the greenhouse of the Faculty of Agriculture and the Halal Center Intedrated Laboratory of Microbiology, Islamic University of Malang. This study used a simple Randomized Block Design RAK with 7 treatments with 3 replications. The results of the data analysis using the analysis of variance with the F test with a significance level of 5%, if there was a significant effect between treatments, it was continued with the BNT 5% if there was a significant effect. The results showed that treatment N had the highest average yield for soybean plant Glycine max L.–wheat Triticum aestivum L. rotation is one of the profitable cropping systems under rainfed conditions in the sub-temperate agro-ecosystem of the Indian Himalayas. We measured the long-term sustainability of the system for farmyard manuring and mineral fertilizer input practices utilizing the trends in grain yield, partial factor productivity PFP, agronomic efficiency AE, benefitcost ratio BC ratio, soil organic C SOC, total N content, available nutrient P and K status, microbial biomass C, dehydrogenase activity, selected soil physical properties bulk density, soil water retention and infiltration rate and sustainable yield index SYI. The long-term 30 years soybean–wheat experiment was conducted at Hawalbagh, Almora, India in a sandy loam soil Typic haplaquept under sub-temperate climatic conditions. Every year, the nutrients were applied to the soybean crop and wheat was grown without addition of any external sources of nutrients residual wheat. The unfertilized plot supported a Mg soybean yield ha−1 and a Mg wheat yield ha−1 mean yield of 30 years. Soybean responded to inorganic NPK application and the yield increased to Mg ha−1 with NPK. Maximum yields of soybean Mg ha−1 and subsequent wheat Mg ha−1 were obtained in the plots under NPK + farmyard manure FYM NPKS dan Dinamika Hara dalam Tanah dan Tanaman Kacang Tanah di Lahan Kering Tanah Alfisol. Penelitian Pertanian Tanaman PanganAnwar IspandiIspandi, Anwar. 2002. Pemupukan NPKS dan Dinamika Hara dalam Tanah dan Tanaman Kacang Tanah di Lahan Kering Tanah Alfisol. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 21 1 48-56Pemetaan Status Hara K, Ca, Mg Tanah Pada Kebun Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq di Perkebunan Rakyat Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten SimalungunStar Pangaribuan MarudurSupriadi Dan SarifuddinMarudur, Star Pangaribuan., Supriadi dan Sarifuddin. 2013. Pemetaan Status Hara K, Ca, Mg Tanah Pada Kebun Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq di Perkebunan Rakyat Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1 4 987-995Andri Dan NurwatiSudjudiNurwati, Andri dan Sudjudi. 2002. Hasil Penelitian Status Hara P dan K di Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Bima. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Percepatan Pemetaan Status Hara Lahan Sawah. pp 141-150. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi, Bogor 29-30 Juni 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianD SukarmanDan S SetyoriniRitungSukarman., D. Setyorini., dan S. Ritung. 2012. Metode Percepatan Pemetaan Status Hara Lahan Sawah. pp 141-150. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi, Bogor 29-30 Juni 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian;Survei dan Pemetaan UnsurSukma TrihartoL Musa Dan GantarSitanggangTriharto, Sukma., L. Musa dan Gantar Sitanggang. 2014. Survei dan Pemetaan Unsur Hara N, P, K dan pH Tanah Pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2 31195-1204Pedogenesis and Soil Taxonomy I. Concept and InteractionL P WildingL R DreesWilding, dan Drees. 1983. Spatial Variability and Pedology. Dalam Wilding, Semeck dan Hall ed.. 1983. Pedogenesis and Soil Taxonomy I. Concept and Interaction. Elsevier Science Publisher Amsterdam, Netherlands.
toxicpada tanah. Untuk mengetahui penyebab terhambatnya pertumbuhan tanaman, biasanya dilakukan serangkaian kegiatan analisis tanah yang memerlukan biaya tinggi dan waktu yang relatif lama. Untuk itu perlu dicari suatu cara yang simpel untuk mendeteksi kandungan toxic, misal Al dalam waktu yang relatif singkat. Dalam hal ini
Jakarta, – Peneliti Balai Penelitian Tanah Balittanah, Badan Litbang Pertanian berbagi informasi terkait Smart Soil Sensing Kit dan Pertanian Berkelanjutan dalam Kuliah Umum Program Studi Ilmu Tanah, Universitas Sebelas Maret UNS Solo melalui aplikasi Zoom pada pengujung Juni 2021. Kuliah umum ini dibuka oleh Kepala Program Studi S1 Ilmu Tanah, Mujiyo dan diikuti lebih dari seratus peserta yang terdiri dari akademisi, mahasiswa dan umum. Mujiyo menyampaikan dengan kuliah umum ini diharapkan dapat sharing informasi terkait hasil-hasil penelitian dan kerjasama antara Balittanah dan Balittanah, Adha Fatmah Siregar menyampaikan materi Soil Sensors for Precision Agriculture. Adha menyampaikan bahwa dengan perkembangan teknologi maka sektor pertanian juga tidak ketinggalan, dan ikut berkontribusi dalam menghasilkan inovasi teknologi untuk mendukung sektor pertanian. Salah satu yang telah dihasilkan dan terus dikembangkan adalah Smart Soil Sensing Kit. “Alat ini merupakan Smart soil sensing kit ini merupakan terobosan teknologi advance menggunakan near infra red NIR yang digunakan untuk mengukur sifat kimia dan fisika tanah dan dilengkapi dengan rekomendasi pemupukan,” ungkap itu, Peneliti senior Balittanah Wiwik Hartatik menyampaikan materi Kesuburan Tanah untuk Pertanian Berkelanjutan. Dalam paparannya, Wiwik menyampaikan akan pentingnya memahami karakteristik tanah dalam pengelolaan lahan pertanian. Lebih lanjut disampaikan bahwa pemupukan berimbang berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan hara tanaman perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman, efisiensi pemupukan, mengurangi pencemaran lingkungan serta tercapainya pertanian yang TeknologiSmart Soil Sensing Kit S3K dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balitbangtan melalui Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian BBSDLP. Perangkat S3K versi yang diluncurkan pada Hari Tanah Sedunia 5 Desember 2019 merupakan terobosan teknologi untuk mengetahui hara tanah dengan sebuah kesempatan, Kepala BBSDLP Husnain mengatakan, “Smart Soil Sensing Kit ini merupakan terobosan teknologi advance yang berupa alat deteksi cepat untuk mengetahui hara tanah. Jadi petani dapat langsung mengetahui keadaan tanah di lahannya tanpa harus lama menunggu hasil lab. Rekomendasi pupuknya juga tersedia di Smart Soil Sensing Kit ini.” Sifat tanah yang dapat diukur oleh S3K ini diantaranya pH, tekstur, kapasitas tukar kation KTK, kejenuhan basa KB dan beberapa unsur hara tanah, yaitu C, N,P, K, Ca, Na, dan Mg. Dengan diketahuinya sifat-sifat tanah tersebut, maka petani dapat mengetahui penanganan dan rekomendasi pupuk yang diperlukan untuk mencapai produktivitas yang rekomendasi pupuk juga tersedia pada S3K yang terdiri dari pupuk untuk tanaman padi, jagung, dan kedelai dengan pilihan jenis pupuk tunggal ataupun majemuk NPK 151515. Pengembangan tetap dilakukan sejak tahun 2017 teknologi ini diinisiasi, termasuk feature untuk rekomendasi pupuk tanaman hortikultura dan S3K akan terus dikembangkan seperti pemutakhiran pada rekomendasi pemupukan komoditas perkebunan dan hortikultura. Selain itu, dilakukan pengembangan S3K yang berbasis S3K versi ini memanfaatkan Sensor Near Infrared NIR dengan panjang gelombang 1300-2600 nm. Diharapkan dengan adanya S3K ini, maka kebutuhan akan informasi status hara tanah dan rekomendasi pupuk dapat tersedia dengan cepat, tepat dan akurat. Sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta kesejahteraan petani Indonesia. Sumber Balittanah
- Θ ցю ህሤχ
- Гባծօ ζ оσዲруረուֆ
- К յэч авυ
- ባиτ ዉеզазузοκያ
- ርу о
- Е о
- Խኬаմадэ опጢψθпሞдиλ ቡևностаኟ
- Еզω о еβዌքу
tanahdan memelihara kandungan hara dalam tanah dari bahaya erosi (Reicosky 2009; Varvel . dan Wilhelm 2011). Dalam jangka panjang, dan pencucian unsur hara. Degradasi tanah untuk mendeteksi salinitas pada kedalaman >0.45 m dibandingkan dengan cara rebah (EMh). Pengukuran EMh lebih peka untuk
Idealnya, petani sebelum bertanam sudah tahu keadaan kandungan hara esensial dalam tanah yang akan ditanami. Apakah cukup atau apa yang kurang. Diagnosa dengan uji laboratoris pertanyaan itu dapat terjawab, tetapi butuh biaya yang bagi petani kecil umumnya di luar jangkauan. Lagi pula prosedur dan pelaksanaan perlu waktu cukup lama. Mengetahui status hara esensial dalam tanah sebelum ditanami penting karena kekurangan salah satu hara esensial, makro ataupun mikro, akan menimbulkan akibat negatif tertentu pada tanaman, pertumbuhan atau hasilnya. Kebutuhan tersebut tampaknya kini sudah dapat dipenuhi dengan mudah, murah dalam jangkauan petani kecil. Kabar gembira itu berupa kemunculan teknik baru uji kandungan hara esensial dalam tanah yang dinamai Minus-One Element Technique MOET. MOET dirancang oleh pakar agronomi Dr. Cesar Mamaril, yang setelah pensiun dari Pusat Riset Padi Internasional IRRI bekerja selama 17 tahun sebagai konsultan senior tanah dan agronomi pada Philippine Rice Research Institute PhilRice. Di PhilRice, ia besama rekan sekerja mengembangkan dan mengaplikasikan MOET untuk pertanian padi di dataran rendah. Dalam satu uraian yang dimuat Majalah RiceToday edisi terbaru, Dr. Mamaril menekankan kegunaan dan manfaat teknik hara minus satu yang dirancangnya. Dari 16 hara esensial yang dibutuhkan tanaman, 13 jenis diperoleh dari tanah yakni nitrogen N, posfor P, kalium K, kalsium Ca, magnesium Mg, sulfur S, tembaga Cu, besi Fe, mangan Mn, seng Zn, dan boron Bo. Tiga lainnya dari udara dan air, yakni karbon C, hidrogen H, dan oksigen O. Kekurangan salah satu hara esensial ini akan menyebabkan tanaman tidak tumbuh normal. Tanaman menyerap hara dari tanah atau air dalam tanah sehingga hara yang tertinggal akan berkurang karena hasil atau juga limbah tanaman terbawa keluar lahan. Untuk memenuhi kecukupan hara maka dilakukan pemupukan pada tanah. Masalahnya pemupukan seolah sudah menjadi rutinitas memenuhi resep anjuran, tidak secara terukur jumlah dan terpilih jenis hara sesuai dengan status hara masing-masing dalam tanah. Untuk menghemat penggunaan pupuk maka informasi tentang hara mana yang kurang pada tanah yang akan ditanami menjadi penting. Apalagi aplikasi pupuk yang berlebihan akan merugikan lingkungan. Konsep MOET Dengan konsep MOET dimaksudkan agar petani cukup menambahkan saja hara yang berdasarkan analisis kurang pada tanah yang akan ditanami. Informasi tentang hara esensial yang kurang dapat dideteksi dengan cara melakukan formulasi pemupukan yang pada setiap pemupukan ada satu unsur hara yang tidak diikutkan teknik minus satu unsur hara/MOET. Dengan tidak memberikan satu jenis hara akan dilihat apa dampaknya pada pertumbuhan tanaman. Itu dipraktekkan pada contoh-contoh tanah yang diambil dari lahan pertanaman. Pada kit MOET yang digunakan pada pertanian padi di dataran rendah Pilipina, formulasi pemupukan MOET dibatasi pada unsur-unsur hara untuk N, P, K, S, Zn dan Cu. Alasannya adalah bahwa di bagian terbesar pertanian padi dataran rendah Pilipina keenam unsur hara itu selalu kurang. Jadi disusun 7 formulasi pemupukan sebagai uji status hara tanah, yakni Minus N tidak mengandung N tetapi lima hara lainnya ada; Minus P; Minus K; Minus S; Minus Zn; Minus Cu; dan Lengkap semua ke enam unsur hara ada. Pelaksanaannya sederhana saja. Wadah uji menggunakan pot-pot atau wadah plastik yang dapat menampung 4 kg sampel tanah basah jumlah pot sama dengan jumlah formulasi pemupukan. Dari lahan satu hektar yang cukup seragam sebaiknya diambil secara sampel tanah dari 35 lokasi. Untuk lahan yang tingkat kesuburan bergradasi seperti lahan miring diperlukan sampel dari lebih banyak lokasi. Sampel diambil sebelum tanah diolah/dibajak. Bibit yang berumur 12 hari sebanyak paling sedikit 5 batang lalu ditanam ke dalam masing-masing pot dengan formulasi pemupukan masing-masing. Tanah dibiarkan tetap basah tetapi tidak tergenang air hingga tanaman sudah cukup mantap. Pengairan semua tanaman dilakukan dengan air dari sumber yang sama dengan yang digunakan pada lahan pertanian padi yang dikelola. Sesudah 10 hari, sebagian tanaman padi dalam pot dicabut, tinggalkan hanya dua batang yang dinilai terbaik. Bukti Visual Dalam 30 hari setelah pindah tanam bibit ke pot sudah akan terbukti secara visual perbedaan pertumbuhan tanaman antara pot. Juga bida dibandingkan pada tanaman di pot dengan formulasi pemupukan lengkap. Dapat disaksikan mana yang tumbuh baik, mana yang kurang baik dan di pot dengan formulasi mana yang minus hara apa. Bisa disimpulkan tanaman dalam pot yang mana kekurangan unsur hara apa. Atau tanah dari lokasi mana kekurangan unsur hara apa. Bila tanaman pada semua pot berisi tanah sampel dari satu lokasi bagus dan seragam pertumbuhannya, maka tanah di lokasi bersangkutan tidak kekurangan unsur hara yang masuk dalam formulasi. Untuk memperoleh ketepatan analisa yang lebih akurat, sesudah 45 hari sejak pindah tanaman padi dalam pot dicabut dan biomasanya ditimbang. Dengan bukti visual demikian, petani akan tahu tanah di lokasi mana yang perlu diberi pemupukan unsur hara apa. Petani tinggal memilih unsur hara mana yang masih perlu ditambahkan sesuai dengan takaran sesuai anjuran para penyuluh pertanian. Selain hemat biaya, penggunaan sistem analisis hara tanah MOET juga mengurangi dampak merugikan pupuk terhadap lingkungan serta menambah hasil dan pendapatan bagi petani. Harus diakui model uji MOET ini merupakan temuan sangat cerdas tetapi sederhana, murah dan mudah serta dapat dapat dilakukan sendiri oleh petani kecil. Dr. Mamaril mengaku merancang konsep MOET itu ketika masih bekerja sebagai peneliti IRRI yang bertugas di Indonesia. Kit MOET kini tersedia bagi peminat dengan harga sekitar 4 dolar AS di Philippine Rice Research Institute. Olson PS Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066
Analisakandungan hara tanah yang kurang, dapat Anda deteksi dengan cara tidak mengikut sertakan salah satu unsur saat pemupukan (minus satu). Kemudian Anda akan melihat secara langsung dampak yang ditimbulkan dari pengurangan salah satu unsur pada tanaman. Hal ini bisa Anda praktekan dengan mengambil sampel tanah pada lahan.
- Unsur hara menjadi salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanpa unsur ini, tanaman tidak dapat tumbuh normal. Sehingga kebutuhan unsur hara pada tanaman harus dipastikan itu unsur hara? Pengertian unsur hara Dikutip dari buku Pupuk dan Pemupukan 2021 oleh Nur Indah Mansyur, unsur hara adalah unsur kimia tertentu yang dibutuhkan tanaman dalam memenuhi keperluan fisiologisnya. Setidaknya ada 16 jenis unsur hara yang mutlak diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Contohnya, antara lain karbon C, hidrogen H, oksigen O, nitrogen N, kalium K, kalsium Ca, zat besi Fe, tembaga Cu, dan boron B. Baca juga 8 Jenis Mikronutrien Tumbuhan beserta FungsinyaDilansir dari buku Cerdas Beragrobisnis Mengubah Rintangan Menjadi Peluang Berinvestasi 2003 karya F. Rahardi, unsur hara adalah nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Setiap harinya, tanaman menyerap kandungan unsur hara dalam tanah. Dengan begitu, kandungannya pasti berkurang. Oleh sebab itu, unsur hara bisa ditambahkan dalam bentuk pupuk. Adapun pupuk yang bisa digunakan adalah pupuk organik, seperti pupuk kandang, kompos, humus, maupun pupuk kimia. Fungsi unsur hara Menurut Try Koryati, dkk dalam buku Fisiologi Tumbuhan 2021, fungsi unsur hara adalah Menyusun struktur sel Mengatur atau berperan dalam tekanan osmotik dan turgor tegangan dalam sel tumbuhan ketika vakuola penuh dengan zat cair sel Berperan dalam reaksi transfer energi Sebagai katalisator reaksi Pengatur reproduksi tanaman. Baca juga 9 Unsur Makronutrien pada Tumbuhan beserta Kegunaannya Dikutip dari buku Ilmu Kesuburan Tanah dan Pemupukan 2021 karangan Rianida Taisa dkk, secara umum, fungsi unsur hara adalah membantu tanaman memenuhi kebutuhannya. Unsur hara yang diserap tanaman sangat bermanfaat untuk menunjang pertumbuhan dan metabolismenya. Sehingga unsur hara tidak boleh digantikan dengan unsur lainnya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Kandungankromium dalam makanan umumnya rendah (1-13 mikrogram per porsi). Kandungan kromium makanan sangat bervariasi karena perbedaan kandungan mineral tanah, musim tanam, kultivar tanaman, dan kontaminasi selama pemrosesan. Sebagai tambahan, sejumlah besar kromium (dan nikel) larut ke dalam makanan yang dimasak dengan stainless steel.
Palm oil fronds is one of the wastes originating from the oil palm industry which are difficult to decompose. The right decomposer application is one of the success keys, if the oil palm fronds are processed into compost hence the expected quality of compost is achieved. This research aim was to determine the quality of oil palm fronds compost with Trichoderma harzianum and cow dung application based on N, P, K nutrients content, C-organic and C/N compost ratio. The research design used was factorial complete randomized design, the first factor was cow dung 0 kg, 1 kg, and 2 kg and the second factor was Trichoderma harzianum 0 g, 50 g, and 100 g. Research observations included compost temperature, compost pH, N, P, K, C-organic, and C/N compost ratios. The results showed that the application of cow dung, Trichoderma harzianum and their interactions had no significant effect on N, P, K nutrient content, C-organic, and C/N compost ratios, as a whole, the observed compost characteristics met compost criteria based on SNI 7030-200. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Sakiah Uji Kadar Hara Nitrogen, Fosfor, dan .... Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 Uji Kadar Hara Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Kompos Pelepah Kelapa Sawit dengan Pemberian Trichoderma harzianum dan Kotoran Sapi Study of Nitrogen, Phosphorus, and Potassium Nutrients Content in the Compost of Oil Palm Fronds with the Application of Trichoderma harzianum and Cow Dung Sakiah1*, Muhammad Yusuf Dibisono1, Susanti1 1 Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPER Agrobisnis Perkebunan STIP-AP, Jl Williem Iskandar/Pancing, Medan. 20222, 2 Fakultas Pertanian, Universitas Al Wasliyah UNIVA, Jl. Sisingamangaraja KM. 5,5 No. 10 Harjosari I, Medan, 20147 E-mail sakiah ABSTRACT Palm oil fronds is one of the wastes originating from the oil palm industry which are difficult to decompose. The right decomposer application is one of the success keys, if the oil palm fronds are processed into compost hence the expected quality of compost is achieved. This research aim was to determine the quality of oil palm fronds compost with Trichoderma harzianum and cow dung application based on N, P, K nutrients content, C-organic and C/N compost ratio. The research design used was factorial complete randomized design, the first factor was cow dung 0 kg, 1 kg, and 2 kg and the second factor was Trichoderma harzianum 0 g, 50 g, and 100 g. Research observations included compost temperature, compost pH, N, P, K, C-organic, and C/N compost ratios. The results showed that the application of cow dung, Trichoderma harzianum and their interactions had no significant effect on N, P, K nutrient content, C-organic, and C/N compost ratios, as a whole, the observed compost characteristics met compost criteria based on SNI 7030-200. Keywords compost, national standard, quality DOI Diterima 23 April 2019 / Disetujui 12 September 2019 / Diterbitkan 15 Oktober 2019 PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan primadona masyarakat Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan semakin luasnya perkebunan kelapa sawit nasional. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 12,3 juta hektar dan produksi tandan buah segar TBS 35,3 juta ton. Meningkatnya luas lahan perkebunan kelapa sawit diiringi dengan meningkatnya volume limbah yang dihasilkan, salah satunya yaitu pelepah yang bersumber dari hasil pruning penunasan tanaman kelapa sawit. Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 Penunasan merupakan upaya untuk mengatur jumlah pelepah yang perlu dipertahankan atau yang tinggal di pohon. Penunasan bertujuan untuk menjaga keseimbangan fisiologis tanaman dan sanitasi, memperlancar penyerbukan, memudahkan panen dan pengamatan matang panen, menghindari tersangkutnya brondolan di ketiak pelepah, dan mempermudah pembersihan piringan dan pemupukan Sutarta et al., 2003. Tanaman kelapa sawit mengeluarkan 18-30 pelepah setiap tahunnya, dimana 8-22 pelepah diantaranya terdapat buah dan lainnya tidak menghasilkan buah. Rerata pelepah yang dipotong setiap panen kelapa sawit adalah 1-3 pelepah jadi setiap bulannya ada 2-4 pelepah yang harus dipotong dengan bobot 5,40 kg per pelepah Darmosarkoro, 2012. Pelepah hasil penunasan dipotong menjadi 3 bagian, kemudian disusun di gawangan mati. Khusus pada areal bergelombang-berbukit pelepah disusun searah dengan kontur atau tegak lurus dengan arah lereng. Penunasan pelepah dilaksanakan dengan rotasi 10-12 bulan sekali Sutarta et al., 2003. Adanya penumpukan pelepah di sela-sela tanaman kelapa sawit khususnya di gawangan mati beberapa perkebunan kelapa sawit berpotensi menjadi sarang/inang bagi hama dan penyakit seperti beberapa jenis hama ulat dan kumbang pemakan daun, tikus, bahkan ular. Jenis-jenis penyakit utama kelapa sawit disebabkan oleh Ganoderma, Pythium, dan Rhizoctonia Risza, 2010. Kandungan unsur hara pada pelepah kelapa sawit yaitu N 2,6-2,9 %; P 0,16-0,19 %; K 1,1-1,3 %; Ca 0,5-0,7 %; Mg 0,3-0,45 %; S 0,25-0,40 %; Cl 0,5-0,7 % Syahfitri, 2008. Komponen penyusun terbesar pelepah kelapa sawit adalah holoselulosa 72,67 %; alfaselulosa 36,74 %; lignin 21,39 % dan pentosan 22,19 % Darmosarkoro, 2012. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam usaha memaksimalkan pemanfaatan pelepah kelapa sawit antara lain sebagai bahan baku pakan ternak Rizali, Fachrianto, Ansari, & Wahdi, 2018, bahan baku briket arang Sarwono, Adinegoro, & Widarti, 2018, bahan baku bioethanol Rilek, Hidayat, & Sugiarto, 2017, bahan dasar produk bergaya etnik Andansari, Cahyadi, & Marlang, 2013, dan bahan baku kompos Yuniati, 2014 yang secara keseluruhan masih dalam proses penyempurnaan. Pelepah kelapa sawit berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan baku pupuk kompos, namun karena bahan penyusun pelepah kelapa sawit terdiri dari bahan yang sulit terdekomposisi maka dibutuhkan perlakuan khusus untuk mempercepat proses dekomposisi pelepah kelapa sawit. Kompos berbahan baku pelepah kelapa sawit yang dihasilkan Yuniati 2014 menunjukkan hasil analisa kompos, rata-rata C-organik 40-41 %, kadar N 1,27-1,43 % dan rasio C/N 28,01–32,72. Berdasarkan SNI Kompos 19-7030-2004 bahwa nilai C-organik dan rasio C/N kompos belum sesuai kriteria SNI Kompos. Maka pada penelitian ini dilakukan pengomposan pelepah kelapa sawit menggunakan jamur Trichoderma harzianum serta kotoran sapi segar sebagai dekomposer. Trichoderma harzianum merupakan cendawan yang mempunyai aktivitas antagonistik yang tinggi terhadap cendawan patogen tular tanah. T. harzianum dapat diisolasi dari berbagai macam tanah dan dari permukaan akar tanaman serta dari kayu busuk atau serasah Suwahyono & Sakiah Uji Kadar Hara Nitrogen, Fosfor, dan .... Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 Wahyudi, 2004. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agen hayati seperti T. harzianum, T. viridae dan T. koningii yang berspektrum luas pada tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, serta dapat berlaku sebagai biofungisida yang berperan mengendalikan organisme patogen penyakit tanaman. Mengingat peran T. harzianum yang sangat besar dalam menjaga kesuburan tanah dan menekan populasi jamur patogen, T. harzianum memiliki potensi tinggi sebagai kompos aktif juga sebagai agen pengendali organisme patogen Herlina & Dewi, 2010. Keunggulan dalam penggunaan jamur T. harzianum adalah selain jamur ini bisa menghasilkan enzim yang dapat memecah selulosa menjadi glukosa, jamur ini juga dapat digunakan sebagai biofungisida yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran atau berdampak negatif pada lingkungan melainkan dapat mengembalikan keseimbangan alamiah dan kesuburan tanah Soesanto, 2004. Agar penguraian pelepah kelapa sawit dapat efektif, maka dalam penelitian ini kotoran sapi segar diberikan sebagai sumber mikroba lainnya. Kotoran sapi mengandung mikroba yang berperan dalam dekomposisi hingga dapat menjadi kompos. Mikroba tersebut yaitu mikroba lignolitik, mikroba selulolitik, mikroba proteolitik, mikroba lipolitik, mikroba aminolitik, dan mikroba fiksasi nitrogen Sriatun, Hartutik, & Taslimah, 2009. Mikroba lignolitik yang terkandung dalam kotoran sapi berfungsi untuk memecah ikatan lignin menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dekomposisi bahan organik menjadi lebih cepat Setiawan, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk menguji mutu kompos pelepah kelapa sawit dengan pemberian T. harzianum dan kotoran sapi ditinjau dari kadar C-organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan rasio C/N kompos. METODE PENELITIAN Penelitian berlangsung sejak April 2018 hingga Agustus 2018, pengomposan dilaksanakan di rumah kaca STIPER-Agrobisnis Perkebunan, dan pengujian sampel dilakukan di laboratorium Riset dan Teknologi Universitas Sumatera Utara. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah kotoran sapi S terdiri dari 3 taraf yaitu S0= tanpa kotoran sapi, S1= kotoran sapi 1 kg dan S2= kotoran sapi 2 kg. Faktor kedua yaitu Trichoderma harzianum T terdiri atas 3 taraf yaitu T0= tanpa Trichoderma harzianum, T1= Trichoderma harzianum 50 g, dan T2= Trichoderma harzianum 100 g. Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati, maka setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur BNJ pada taraf 5%. Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 Bahan yang digunakan adalah pelepah kelapa sawit yang berasal dari kebun praktek STIP-AP Medan. Jamur T. harzianum berasal dari Balai Proteksi Tanaman Hortikultura Sumatera Utara, kotoran sapi berasal dari Dusun 1 Tambak, Pasar 1 Rejo, Kec. Percut Sei Tuan. Alat yang digunakan yaitu timbangan, mesin pencacah, ember, thermometer, pH meter, spektrometer, buret dan alat-alat laboratorium pendukung lainnya. Adapun proses pengomposan yang dilakukan yaitu pelepah kelapa sawit dari bagian rachis batang tempat munculnya daun dan leaflets daun yang masih segar dicincang dengan ukuran 1-2 cm menggunakan mesin pencacah. Pelepah yang digunakan untuk satu perlakuan 4 kg, secara keseluruhan dibutuhkan 14 pelepah. Selanjutnya dilakukan pengaplikasian jamur T. harzianum dan kotoran sapi sesuai dengan perlakuan. Jamur T. harzianum yang digunakan adalah yang dibiakkan pada media jagung dengan masa inkubasi 7 hari, kerapatan T. harzianum 106. Aplikasi dekomposer dilakukan dengan mencampur terlebih dahulu T. harzianum dengan kotoran sapi dan diinkubasi selama 2 hari, kemudian dicampurkan dengan pelepah kelapa sawit yang telah dicacah dan dimasukkan ke dalam ember pengomposan. Bahan kompos yang telah dicampur diberi air untuk melembabkan bahan. Pembalikan kompos dilakukan 1x seminggu, pengomposan berlangsung selama 8 minggu. Pengamatan terhadap suhu dan kelembaban kompos dilakukan satu kali seminggu. Suhu kompos diukur dengan termometer dan kelembaban kompos diukur dengan cara meremas kompos. Jika ada air yang menetes dari kompos menandakan bahwa kadar air kompos berlebih, tapi jika kompos terlalu kering maka ditambahkan air hingga kondisi kompos lembab. Pemanenan kompos dilakukan setelah 8 minggu pengomposan dengan kriteria kompos berwarna coklat kehitaman, remah, dan tidak berbau. Selanjutnya diambil sampel kompos dari setiap perlakuan dan ulangan. Kompos diambil dari bagian atas, tengah dan bawah lalu dijadikan satu. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu suhu kompos diamati setiap minggu selama 8 minggu menggunakan termometer, pH diamati setiap minggu selama 8 minggu menggunakan pH meter pocket, C-Organik dianalisis dilaboratorium menggunakan metode Walkley and Black, kadar N dianalisis dengan metode Kjeldahl, P dianalisis dengan metode Spectrofotometry, dan K dianalisis dengan metode Flamefotometry. Rasio C/N merupakan hasil pembagian kadar C-organik dengan kadar N. HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu kompos Suhu kompos selama 8 minggu pengomposan disajikan pada Tabel 1. Selama proses pengomposan suhu rata-rata pada minggu pertama hingga minggu kedelapan antara 33o C hingga 36o C. Suhu pada pengomposan tidak mencapai fase termofilik 45o C-65o C, hal ini disebabkan Sakiah Uji Kadar Hara Nitrogen, Fosfor, dan .... Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 tumpukan kompos tidak mencapai tinggi tumpukan kompos yang optimum yaitu 1-2,2 m. Suhu diawal pengomposan 35o C dan pada akhir pengomposan 33o C, ini menunjukkan adanya aktivitas mikroba dalam mendekomposisi bahan organik sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2 dan uap air Asyeerem, 2012. Selama proses pengomposan dilakukan pengadukan seminggu sekali pada setiap perlakuan dengan tujuan untuk meningkatkan aerasi. Pembalikan timbunan kompos membantu pencampuran dan pelonggaran serta aerasi timbunan, dan menurunkan secara perlahan hingga stabil Sutanto, 2002. Stabilnya suhu diduga karena seluruh tumpukan kompos sudah mengalami fase pendinginan dan kematangan yang ditandai dengan turunnya temperatur dari temperatur puncak menuju kestabilan Indrawaty, 2017. Tabel 1. Rataan suhu kompos pelepah kelapa sawit dengan pemberian kotoran sapi dan T. harzianum Keterangan MSP = minggu setelah pengomposan Nilai pH kompos Rataan pH kompos pelepah kelapa sawit dengan pemberian kotoran sapi dan T. harzianum selama 8 minggu terdapat pada Tabel 2. Rataan pH kompos pada minggu ke-1 dan ke-2 berkisar 8,2-8,3 selanjutnya menurun pada setiap minggunya. Kenaikan pH dapat disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan bahan organik. Nilai pH kompos yang naik menunjukkan bahwa adanya amonia dan aktivitas mikroba yang mempengaruhi kenaikan pH kompos Komarayati, Mustaghfirin, Sofyan, 2018. Pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-8, rataan pH kompos menurun hingga berkisar 7,3-7,8. Penurunan pH kompos dikarenakan terjadinya proses perombakan bahan organik dan menghasilkan senyawa asam sehingga menyebabkan pH menurun Pulungan, Lubis, Zahara, & Fairuzah, 2017. Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 Tabel 2. Rataan pH kompos pelepah kelapa sawit dengan pemberian T. harzianum dan kotoran sapi Keterangan MSP = minggu setelah pengomposan Kadar C-Organik, kadar N, rasio C/N, kadar P, dan K kompos Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kotoran sapi S dan Trichoderma harzianum T serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar C-organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan rasio C/N kompos pelepah kelapa sawit. Rataan kadar C-organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan rasio C/N kompos pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan kadar C-Organik, N, P, K dan rasio C/N kompos Kadar C-organik, N, P, K dan rasio C/N kompos pelepah kelapa sawit berpengaruh tidak nyata pada semua perlakuan. Hal yang sama pada pembuatan kompos pelepah kelapa sawit menggunakan dekomposer MOL yang terbuat dari jeruk, mangga, nanas, dan pepaya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada pengamatan rasio C/N, pH dan rendemen kompos Surya & Suyono, 2013. Demikian juga dengan pengomposan pelepah daun kelapa sawit menggunakan dekomposer indegenous diambil dari tumpukan pelepah di lapangan, diperolah jenis Trichoderma asperellum, dekomposer komersil juga menunjukkan kadar C, N, P, K rasio C/N, dan pH tidak Sakiah Uji Kadar Hara Nitrogen, Fosfor, dan .... Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 berbeda nyata antar perlakuan Yuniati, 2014. Pada proses pengomposan, karbon dibutuhkan oleh mikroba sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya dan nitrogen untuk sintetis protein Hidayati et al., 2011. Namun, kemampuan mikroba dekomposer dapat terhambat perkembangannya oleh sulitnya bahan kompos didekomposisi. Bahan utama kompos pada penelitian ini adalah pelepah kelapa sawit, yang mana penyusun pelepah kelapa sawit berasal dari bahan yang sulit terdekomposisi seperti holoselulosa, alfaselulosa, lignin dan pentosan Darmosarkoro, 2012. Nilai rerata kadar komponen kimia pada pelepah sawit varietas tenera menurut bagiannya dari pangkal, tengah, ujung berturut-turut dengan rerata lignin 20,7%, 18,95 %, 16,69%, holoselulosa 81,57 %, 80,33 %, 79,24 % dan alfaselulosa 44,57 %, 43,56 %, 43,26 % Arpinaini, Sumpono, & Yahya, 2017. Faktor yang membatasi pertumbuhan mikroba adalah kadar nitrogen dan bahan dasar kompos yang mempunyai rasio C/N yang besar Hidayati et al., 2011. Proses dekomposisi baik secara aerob maupun anaerob akan menghasilkan hara dan humus, proses bisa berlangsung jika tersedia N, P dan K. Penguraian berlangsung cepat apabila perbandingan antara kadar C-organikNPK dalam bahan terurai setara 3010,10,5 Gaur, 1980. Standar Kualitas Kompos Mengacu pada standar kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004, kadar C-organik, N, P, K, dan rasio C/N kompos dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kulitas kompos pelepah kelapa sawit berdasarkan SNI 19-7030-2004 Berdasarkan SNI 19-7030-2004, kompos yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar kualitas kompos ditinjau dari kadar C-organik, N, P, K serta rasio C/N kompos. Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyedia unsur hara makro dan mikro meskipun jumlahnya relatif sedikit, meningkatkan kapasitas tukar kation KTK tanah dan dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe dan Mn Hidayati et al., 2011. Mikroba aktif yang terdapat dalam kompos juga dapat berperan dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara. Unsur hara makro pada pupuk kandang yang ditambahkan dalam proses pengomposan, diduga hanya sebagian saja yang dipergunakan oleh bakteri pengurai. Sisa unsur makro yang tidak dimanfaatkan oleh bakteri tetap bercampur pada kompos, yang selanjutnya berfungsi sebagai penambah unsur hara dalam kompos Jurnal Agro Industri Perkebunan Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 yang dihasilkan Yuniati, 2014. Selain itu, Trichoderma sp. yang juga dimanfaatkan sebagai dekomposer dapat membentuk simbiosis mutualisme dengan tanaman karena kemampuan strain Trichoderma untuk berkembang biak dan fungsinya dalam mengontrol patogen akar Harman, Howell, Viterbo, Chet, & Lorito, 2004. KESIMPULAN Pemberian kotoran sapi dan Trichoderma harzianum pada pengomposan pelepah kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap kadar C-organik, N, P, K dan rasio C/N kompos. Bahan dasar kompos sangat mempengaruhi hasil pengomposan. Mengacu pada SNI 19-7030-2004, kadar C-organik, N, P, K, dan rasio C/N kompos yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kompos. DAFTAR PUSTAKA Andansari, D., Cahyadi, D. & Marlang, H. A. 2013. Pemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit untuk bahan dasar pembuatan produk fungsional bergaya etnik Dayak di Kalimantan Timur. Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi pp. 44-49. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional. Arpinaini, A., Sumpono, S., & Yahya, R. 2017. Studi komponen kimia pelepah sawit varietas tenera dan pengembangannya sebagai modul pembelajaran kimia. PENDIPA Journal of Science Education, 11, 1-11. Asyeerem, F. 2012. Pemanfaatan agen hayati Trichoderma dan bakteri pada pengomposan Ageratum conyzoides, Thitonia diversifolia Hemsley. A. Gray dan ampas tebu. Jurnal Agrotek 33, 15-24. Darmosarkoro, W. 2012. Integrasi Sawit Sapi dan Energi. Medan Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Gaur, A. 1980. A manual of Rural Composting. Project Field Document No 15. United Nations Food and Agriculture Organization. Harman, G. E., Howell, C. R., Viterbo, A., Chet, I., & Lorito, M. 2004. Trichoderma species—opportunistic, avirulent plant symbionts. Nature reviews microbiology, 21, 43-56. Sriatun, S., Hartutik, S., & Taslimah, T. 2009. Pemanfaatan Limbah Penyulingan Bunga Kenanga sebagai Kompos dan Pengaruh Penambahan Zeolit terhadap Ketersediaan Nitrogen Tanah. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 121, 17-22. Herlina, L. & Dewi, P. 2010. Penggunaan kompos aktif trichiderma harzianum dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai. Sains dan Teknologi, 11-17. Hidayati, Y. A., Kurnani, T. B. A., Marlina, E. T., & Harlia, E. 2011. Kualitas Pupuk Cair Hasil Pengolahan Feses Sapi Potong Menggunakan Saccharomyces cereviceae Liquid Fertilizer Quality Produced by Beef Cattle Feces Fermentation Using Saccharomyces cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak, 112, 104-107. Indrawaty, V. 2017. Pengaruh Penggunaan Urin Sebagai Sumber Nitrogen Terhadap Bentuk Fisik dan Unsur Hara. Jambi Universitas Jambi. Sakiah Uji Kadar Hara Nitrogen, Fosfor, dan .... Jurnal AIP Volume 7 No. 2│ Oktober 2019 87-95 Komarayati, S., Mustaghfirin, M., & Sofyan, K. 2018. Kualitas Arang Kompos Limbah Industri Kertas dengan Variasi Penambahan Arang Serbuk Gergaji The qualities of Compost Charcoal Manufactured from Paper-mill Waste with Varying Addition of Charcoal Sawdust. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 52, 78-84. Pulungan, M. H., Lubis, L., Zahara, F., & Fairuzah, Z. 2014. Uji efektifitas Trichoderma harzianum dengan formulasi granular ragi untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih Rigidoporus microporus Swartz Fr. Van Ov pada tanaman karet di pembibitan. Agroekoteknologi, 22, 497-512. Rilek, N. M., Hidayat, N., & Sugiarto, Y. 2017. Hidrolisis Lignoselulosa Hasil Pretreatment Pelepah Sawit Elaeis guineensis Jacq menggunakan H2SO4 pada Produksi Bioetanol. Industria Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri, 62, 76-82. Risza, S. 2010. Masa depan perkebunan kelapa sawit Indonesia. Yogyakarta Kanisius. Surya, R. E., & Suyono. 2013. Pengaruh pengomposan terhadap rasio C/N kotoran ayam dan kadar hara NPK tersedia serta kapasitas tukar kation tanah. Unesa Journal of Chemistry, 21, 137-144. Rizali, A., Fachrianto, F., Ansari, M. H., & Wahdi, A. 2018. pemanfaatan limbah pelepah dan daun kelapa sawit melalui fermentasi Trichoderma sp. sebagai pakan sapi potong. EnviroScienteae, 141, 1-7. Samudro, G., Syafrudin, S., & Sujiwo, B. 2012 Pemanfaatan lumpur aktif dan EM4 sebagai aktivator dalam proses pengomposan limbah kulit bawang dengan sludge. Jurnal Presipitasi Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 92, 51-63. Sarwono, E., Adinegoro, M. B., & Widarti, B. N. 2018. Pengaruh variasi komposisi batang, pelepah, dan daun tanaman kelapa sawit terhadap kualitas briket bioarang. Teknologi Lingkungan, 21, 11-22. Setiawan, B. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Jakarta Penebar Swadaya. Soesanto, L. 2004. Ilmu Penyakit Pasca Panen. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta Kanisius. Sutarta, E. S., W. Darmosarkoro, D. Asmono, A. Susanto, S. Prawirosukarto., R. Y. Purba & P. Purba. 2003. Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan. Dalam P. P. Sawit, Budidaya Kelapa Sawit hal. 6-3;6-4. Medan Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Suwahyono, U. & Wahyudi, P. 2004. Penggunaan Biofungisida pada Usaha Perkebunan. Dipetik Agustus 2018, dari http//. Syahfitri, M. M. 2008. Analisa Unsur Hara Fosfor P pada Daun Kelapa Sawit Secara Spektrofotometri di Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan. Yuniati, S. 2014. Pengomposan Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Biodekomposer Berbeda serta Pemanfaatannya Sebagai Amelioran. Bogor Institut Pertanian Bogor. Ratih RahhutamiAline Sisi HandiniDwi AstutikAbstrakPemanfaatan limbah organik dari perkebunan sebagai media tanam pakcoy Brassica chinensis L. diharapkan dapat ditingkatkan dengan penggunaan pupuk organik serta pupuk hayati. Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK pola faktorial. Faktor pertama adalah dosis asam humat meliputi 1, 3, dan 5 g. Faktor kedua adalah dosis Trichoderma sp., meliputi 50, 100, dan 150 mL. Data yang diperoleh kemudian dianalisis ragam pada taraf nyata 5%. apabila terdapat pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji DMRT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi asam humat dan Trichoderma sp. memiliki pengaruh mandiri dan tidak terdapat interaksi. Dosis asam humat 3 g per tanaman menghasilkan jumlah daun, panjang daun, tinggi tanaman, tinggi tanaman, bobot basah, dan bobot kering tanaman lebih tinggi dibanding dosis 1 dan 5 g. Perlakuan Trichoderma sp. dosis 50 mL per tanaman memiliki pengaruh lebih baik terhadap jumlah daun, panjang daun, tinggi tanaman, dan bobot basah Kunci hortikultura, jamur, morfologi, senyawa organik Abstract The utilization of organic farm estate as pakcoy Brassica chinensis L. growing media may improved by using biofertilizer and organic fertilizer. The research used factorial randomized block design. First factor was humic acid dosage, which included 1, 3, and 5 g of humic acid. Second factor was Trichoderma sp. dosage, which included 50, 100, and 150 mL of Trichoderma sp. Data were analyzed using ANOVA at 5% level, then continued by DMRT test. The results showed that the application of humic acid and Trichoderma sp. had single effects and there was no interaction. The dosage of humic acid 3 g per plant had higher number of leaves, leaf length, plant height, wet weight, and dry weight than other dosages. The treatment of Trichoderma sp. at dosage of 50 mL per plant had a better effect on the number of leaves, leaf length, plant height, and plant wet fungi, horticulture, morphology, organic compounds Sriatun SriatunSri HartutikTaslimah TaslimahPenelitian tentang pemanfaatan limbah distilasi bunga kenanga sebagai kompos dan pengaruh penambahan zeolit terhadap ketersediaan nitrogen di dalam tanah telah dilakukan. Pembuatan kompos dilakukan dengan metode penumpukan. Dilakukan tiga variasi perlakuan terhadap penyulingan limbah kenanga, yaitu 1 ditambahkan oleh EM4, 2 ditambahkan oleh EM4 dan serbuk gergaji 3 tanpa penambahan sebagai kontrol. Variabel fisik seperti suhu, bau dan warna divariasi pada saat proses pengomposan. Analisis kimia berupa rasio C/N dilakukan terhadap kompos yang telah matang. Setelah itu, kompos ditambahkan zeolit dengan variasi jumlah yaitu 2%, 4% dan 6% dari berat kompos, kemudian diberikan pada tanaman jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos yang dibuat dari distilasi limbah bunga kenanga dan ditambah dengan EM4 yang mencapai suhu optimum pada suhu 39°C, siap dipanen setelah 21 hari dan memiliki rasio C/N sekitar 11,61. Sementara itu, kompos dengan penambahan EM4 dan serbuk gergaji dapat mencapai suhu optimum 45°C dan siap panen setelah 20 hari dan memiliki rasio C/N sekitar 43,81. Sedangkan kompos tanpa penambahan, suhu optimum tercapai pada suhu 37°C dan siap panen setelah 43 hari dengan rasio C/N sekitar 16,18. Penggunaan kompos yang ditambahkan zeolit pada tanaman jagung dapat meningkatkan laju nitrogen di tanah. Penambahan zeolit 2% meningkatkan nitrogen sebesar 0,96%, zeolit 4% equal to and zeolite 6% equal to Akhmad RizaliFachrianto FachriantoM. Hafiz AnsariAnis WahdiThe dependence on imports of feed ingredients for ration composer are increasingly expensive and availability of limited and unsustainable local feed, causing the low level of production and reproduction of local Indonesian cattle. This study aims to exploit the potential of plantation waste as an alternative feed of beef cattle, increase the nutrient value and digestibility of waste of palms and leaves and to know the optimal use of inoculums Trichoderma sp. through fermentation in improving the digestibility and nutritional value of the feed. The research method used was a complete randomized design RAL with five treatments and three replications, with 14 days fermentation. The research treatment includes PD 0 without Trichoderma/control, PD 1 fermentation using Trichoderma viride 3 ml, PD 2 fermentation using Trichoderma viride 6 ml, PD 3 fermentation using Trichoderma harzianum 3 ml, PD 4 fermentation using Trichoderma harzianum 6 ml.O Observation parameters observed included dry matter DM, crude protein CP, ash content AC, coarse fat CF, organic matter OM, and total digestible nutrient TDN. The data obtained were analyzed using variance analysis. The results showed that the best treatment was found in PD 1, had a significant effect on control in increasing total digestible nutrient TDN and crude fiber decline by although an increase in CP was not equal to the treatment of the PD 4 While the best increase of CP content was found in the treatment of PD 4 of While the best CP content found in the treatment of PD 4 of It was concluded that the use of Trichoderma viride and Trichoderma harzianum can improve the quality of waste nutrient and palm oil leaves by fermentation and the optimal inoculums dose used to produce the best fermentation is the use of Trichoderma sp. 3 ml in 3kg of Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pegaruh konsentrasi asam dan waktu hidrolisis terhadap kadar gula total serta kadar gula reduksi. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancang Acak Kelompok RAK faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi H2SO4 dan lama waktu hidrolisis. Faktor pertama terdiri dari tiga level yaitu 0,4M, 0,6M dan 0,8M, sedangkan faktor kedua terdiri dari tiga level yaitu 60 menit, 80 menit dan 100 menit dari rancangan tersebut diperoleh sembilan kombinasi. Pada setiap kombinasi dilakukan tiga ulangan 27 sampel. Selanjutnya, dilakukan uji kadar gula total menggunakan refraktometer dan kadar gula reduksi menggunakan Nelson Somogyi. Data kemudian dianalisis menggunakan ANOVA dan uji DMRT 5%. Hasil pengamatan menunjukkan kandungan gula total tertinggi saat proses hidrolisis adalah perlakuan H2SO4 0,6M dengan waktu 100 menit yaitu 10,7%. Berdasarkan uji Anova dan DMRT5% bahwa kedua faktor perlakuan berpengaruh signifikan terhadap kadar gula dan berbeda nyata. Gula reduksi yang dihasilkan pada proses hidrolisis sebesar 19,29%. Dari bahan tersebut didapatkan etanol hasil fermentasi sebesar 4%. Kata kunci bioetanol, gula, hidrolisis, pelepah sawit Abstract The purpose of this research was to determine the effect of acid concentrations and hydrolysis time. Randomized Completely Block Design were arranged in a factorial with two factors H2SO4 concentrations were and hydrolysis time were 60 minutes, 80 minutes, 100 minutes. Each combination repeated three times. Samples were tested of total sugar content using refractometer and were tested of reducing sugar using Nelson Somogyi. Data were analyzed used two-ways ANOVA and conducted further test using the DMRT 5%. The result showed that the highest total sugar content is in the treatment of H2SO4 concentration and hydrolysis time 100 minutes. Based on ANOVA and DMRT test, all factors had significantly effect of the percentage of sugar. Beside that, in this research also have reduction sugar about from sugar content of result hydrolysis process. Pretreatment oil palm frond using H2SO4 was produced 4% etanol after fermentation. Keywords bioetanol, hydrolysis, oil palm frond, sugarTrichoderma spp. are free-living fungi that are common in soil and root ecosystems. Recent discoveries show that they are opportunistic, avirulent plant symbionts, as well as being parasites of other fungi. At least some strains establish robust and long-lasting colonizations of root surfaces and penetrate into the epidermis and a few cells below this level. They produce or release a variety of compounds that induce localized or systemic resistance responses, and this explains their lack of pathogenicity to plants. These root-microorganism associations cause substantial changes to the plant proteome and metabolism. Plants are protected from numerous classes of plant pathogen by responses that are similar to systemic acquired resistance and rhizobacteria-induced systemic resistance. Root colonization by Trichoderma spp. also frequently enhances root growth and development, crop productivity, resistance to abiotic stresses and the uptake and use of ArpinainiSumpono Sumpono Ridwan YahyaThis study aims to 1 determine the levels of the components of the Tenera variety of palm oil compounds including extractives, holocellulose, ? - cellulose, and lignin. 2 Analyze the utilization of the pulp of Tenera varieties as pulp raw materials based on their chemical components; 3 application of chemistry learning module to improving student learning outcomes. Determination of extractive substance content with TAPPI test methods Q 204; lignin content T 222; holocellulose Q 9 levels and ?-cellulose content with TAPPI test methods T 204. then lignin, holocellulose and ?-cellulose produced from the procedure were characterized by an IR spectrophotometer. The results of the study were module and implemented in ICHO students in SMAN 2 Kota Bengkulu. The data of the research results were analyzed by ANOVA test at 5% level. The results of the characterization of lignin, holocellulose and ?-cellulose with FTIR obtained a distinctive peak of the respective functional groups of the macromolecules. From the research also obtained the average value of chemical component content on the palm velvet varieties of tenera according to their part of base, middle, ends with mean for extractive substance 7,87%, 6,74%, lignin 20,7 %, holocellulose and ?- cellulose Based on the results of the variance analysis, the difference in position base, center, tip on the palm oil of the tenera varieties on extractive, lignin, holocellulose and ?-cellulose substances has significant differences. Based on the chemical component classification of Indonesian wide wood leaf, sheep betera varieties of tenera in all three positions are used as pulp raw materials because they have moderate lignin content, high levels of Holocellulose and moderate levels of ?-cellulose. The result of module implementation in students there is a significant difference between pretest and posttest value. The use of modules in learning in science groups can improve student learning KomarayatiKurnia SofyanThe development of paper and pulp industry cause waste handling problem. A kind of waste that needs serious attention is sludge. Sludge handling by burning causes air pollution problem, while land filling need much more infestations and areas. Therefore, composting believed as the most effective way to handle sludge. The objective of this research is to increase sludge product utility and to know quality of compost charcoal from sludge. The materials used are sludge from PT Indah Kiat Pulp and Paper Tangerang, Banten, saw dust, saw dust charcoal, and particular bio- activators called OrgaDec were used to stimulate the decomposition of those materials. The methods used are total carbon, nitrogen, phosphor P2O5, kalium K2O, magnesium MgO, cation exchange capacity CEC and total Calcium CaO. The best composting pH and temperature is treatment without charcoal addition. The treatment made pH and temperature goes down by charcoal addition. Analysis quality of compost charcoal show that charcoal addition will cause increasing of CEC and decreasing C/N Mastura Syahfitri09E00398 Telah dilakukan analisa unsur hara fosfor P pada daun kelapa sawit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Penentuan kadar fosfor P dalam daun kelapa sawit dilakukan dengan metode Spektrofotometri UV-Visible. Hasil analisa menunjukkan bahwa kadar fosfor yang diperoleh adalah 0,139% - 0,150% dalam daun kelapa sawit. Dari hasil ini menunjukkan bahwa kadar fosfor dalam daun kelapa sawit masih kurang, belum mencukupi standar yang telah ditentukan yaitu antara 0,16%-0,19%. Have been conducted by analysis element of hara phosphorus P at palm leaf in Indonesian Oil Palm Research Institute at Medan. Determination of phosphorus rate P in palm leaf conducted with method of Spektrofotometri UV-Visible. Result of analysis indicate that phosphorus rate the obtained is 0,139% - 0,150% in palm leaf. Of this result indicate that phosphorus rate in palm leaf still less, answer the demand of standard which have been determined by that is between 0,16%-0,19%. Drs. Firman Sebayang MSPemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit untuk bahan dasar pembuatan produk fungsional bergaya etnik Dayak di Kalimantan Timur. Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan InformasiD AndansariD CahyadiH A MarlangAndansari, D., Cahyadi, D. & Marlang, H. A. 2013. Pemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit untuk bahan dasar pembuatan produk fungsional bergaya etnik Dayak di Kalimantan Timur. Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi pp. 44-49. Sekolah Tinggi Teknologi agen hayati Trichoderma dan bakteri pada pengomposan Ageratum conyzoides, Thitonia diversifolia Hemsley. A. Gray dan ampas tebuF AsyeeremAsyeerem, F. 2012. Pemanfaatan agen hayati Trichoderma dan bakteri pada pengomposan Ageratum conyzoides, Thitonia diversifolia Hemsley. A. Gray dan ampas tebu. Jurnal Agrotek 33, Field Document No 15. United Nations Food and Agriculture OrganizationA GaurGaur, A. 1980. A manual of Rural Composting. Project Field Document No 15. United Nations Food and Agriculture Organization.
PengukuranBOD dengan sendirinya digunakan sebagai dasar untuk mendeteksi kemampuan senyawa organik dapat didegradasi (diurai) secara biologis dalam air. Kandungan unsur hara di dalam tanah sebagai gambaran status kesuburan tanah dapat dinilai dengan beberapa metode pendekatan yaitu : (1) Analisa contoh tanah, (2) Mengamati gejala-gejala
Unsur HaraUnsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman yang berada dalam tanah yang dibedakan atas unsur hara makro primer sekunder dan unsur hara Hara makroa Unsur Nitrogen NSumber utama adalah bahan-bahan organik dan senyawa Netrogen lainnya. Diambil oleh akar dalam bentuk omonium NH4+ dan nitrat NO3-. Peranan untuk tanaman adalah merangsang pertumbuhan vegetatif dan memberi warna hijau pada daun, sebagai bahan pembentuk hijau daun protein dan lemak. Nitrogen ini bila terlalu banyak diberikan akan menghambat pembungaan dan pembuahan. Gejala-gejala yang timbul bila kekurangan N daun berwarna hijau kekuning-kuningan sampai menguning Unsur Fosfor PSumber utama dalam tanah berasal dari bahan organik dan mineral apatit dan kalsium fosfat diambil akar dalam bentuk ion HPO4-2 dan H2PO4-. Peranan fosfor untuk merangsang pertumbuhan dari benih atau tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah. Fosfor sebagai penyusun inti lemak dan protein. Gejala-gejala yang timbul bila kekurangan P pada tepi-tepi daun, cabang dan batang terdapat warna merah agak ungu selanjutnya tanaman menjadi kuning. Pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, pemasakan buah lambat, produktivitas buah biji Unsur Kalium KSumber dalam tanah berasal dari mineral-mineral Ortoklas, leusit, muskovit dan biotit diambil oleh akar dalam bentuk ion K+. Peranan K 1 Membantu pembentukan protein dan karbohidrat2 Mengeraskan jerami dan bagian kayu dan tanaman3 Meninggikan mutu buah-buahan4 Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakitGejala-gejala yang timbul bila kekurangan K adanya bercak-bercak atau keriput- keriput pada daun kemudian Unsur Calsium Ca Unsur Hara SekunderSumber dalam tanah berasal dari mineral hipertin, horn blendo dan Calait, diambil oleh akar dalam bentuk ion Ca++. Peranan Ca untuk merangsang pembentukan bulu- bulu akar, mengeraskan jerami dan bagian kayu tanaman dan merangsang pembentukan biji-bijian. Peranan yang penting pula dari unsur Ca untuk perbaikan struktur tanah dan mengurangi keasaman tanah. Gejala-gejala yang timbul bila kekurangan Ca pada daun-daun muda dan kuncup berkeriput dan akhirnya Unsur magnesium Mg Unsur Hara SekunderSumber dalam tanah adalah mineral biotit, chlorit dan dlomit; diambil akar dalam bentuk ion Mg. Peranannya sebagai penyusun utama hijau daun, pembentukan karbohidrat, lemak dan sebagai pembawa unsur hara fosfor. Gejala yang timbul bila kekurangan Mg 1 Menghilangkan warna hijau tua pada daun mula dari daun bagian bawah terus ke Batang menjadi Permukaan daun terdapat garis-garis hijau kekuningan, kering muda, Unsur belerang S Unsur Hara SekunderSumber dalam tanah mineral gips, basit pirit. Diambil akar dalam bentuk ion sulfat SO4-2. Peranan S membantu dalam pembentukkan bintil-bintil akar kedelai, kacang tanah, merangsang hasil tanaman biji-bijian dan mempercepat pertumbuhan. Gejala kekurangan S pertumbuhan menjadi lambat dan kerdil, batang pendek, kurus dan berwarna Hara Mikroa Chlor ClSumber mineral holit NaCl, Silvit KClPeranan meninggikan hasil dan mutu tanaman tembakau kekurangan Cl pertumbuhan tidak Besi FeSumber mineral hematit, magnetit. Peranan dalam pembentukan hijau daunGejala kekurangan Fe daun berwarna Mangan MnSumber mineral peralusit MnO2, mangamit MnO OH dan braumit MO7SiO12Peranan pembentukan hijau daun, proses asimilasi merangsang perkecambahan biji dan pemasukan kekurangan Cu pertumbuhan kerdil, terdapat warna kuning/ merah pada Tembaga CuSumber mineral-mineral sekunderPeranan membantu proses-proses enzimGejala kekurangan Cu pertumbuhan tidak normale Seng ZnSumber mineral-mineral sekunderPeranan Pembentukan hijau kekurangan Zn pertumbuhan tidak normal. Timbul warna abnormal pada daun seperti warna kekuningan coklat kemerahan dan akhirnya daun berlubang-lubang. Unsur Cu dan Zn biasanya diperlukan pada tanah bereaksi alkalir basa dan tanah-tanah Borium BOSumber mineral termalin dan borat diambil akar dalam bentuk CO3-2Peranan menaikkan hasil dan mutu tanaman kekurangan BO gangguan pada proses fisiologi tanaman menyebabkan tongkol jagung berbiji Molibdin MOSumber mineral granit, diambil oleh akar dalam bentuk MO O4-2Peranan membantu proses penyerapan NitrogenGejala kekurangan MO perubahan warna daun menjadi umumnya kekurangan unsur mikro terdapat pada tanah-tanah organik gambut tanah-tanah alkalis atau tanah sayur-sayuran dan buah-buahan pada umumnya sensitif/peka terhadap kekurangan unsur mikro dan berakibat produksi merosot
Tanahyang subur juga ditandai dengan warna dari tanah cokelat kehitaman karena kandungan unsur hara yang lengkap. Meski demikian, hal ini bukan menjadi patokan utama untuk mengatakan tanah subur atau tidak. 4. Mengandung unsur mineral di dalamnya
Unsur hara suntuk diperlukan untuk membantu pertumbuhan dari tanaman. Kesanggupan elemen ini sesungguhnya sudah tersedia di alam, namun terkadang enggak mencukupi. Peristiwa ini yang membuat petani sering menambahkan hara dalam bentuk cendawan pada tanaman, sehingga pokok kayu tidak mengalami kekurangan nutrisi. Apa Itu Definisi dan Pengertian bermula Elemen Hara Zat Hara3 Khasiat Unsur Hara Lakukan Tumbuhan dan Tanaman1. Merangsang Pertumbuhan Akar susu2. Membantu Membentuk Klorofil Daun3. Memperkencang TanamanCiri-ciri Tanaman Nan Kesuntukan Unsur Hara16 Diversifikasi Unsur Hara yang Dibutuhkan Pokok kayuAtom Hara MakroUnsur Hara MikroCara Mendeteksi Kandungan Unsur Hara Dalam Tanah Apa Itu Definisi dan Pengertian bermula Elemen Hara Zat Hara Zat hara adalah paparan mengenai tingkat kesuburan yang dimiliki oleh satu saduran kapling. Dengan mengetahui bagaimana kondisi zat pada sepuhan lahan, petani boleh menentukan secara lebih baik adapun jenis tanaman apa yang setuju di budidayakan puas petak tersebut. Jika sampai hara tidak tercukupi alias bahkan tidak ada, maka kegiatan metabolisme tanaman bisa hanya terganggu atau sampai-sampai terhenti. Jika telah demikian, maka para penanam juga akan dirugikan, sehingga harus segera ditindaklanjuti agar kehabisan zat makanan bukan semakin parah dan mengganggu budidaya. 3 Khasiat Unsur Hara Lakukan Tumbuhan dan Tanaman Seperti yang diketahui, hara n kepunyaan banyak sekali guna untuk tumbuh kembang pohon. Faedah dari hara sendiri tergantung pada jenis haranya. Buat lebih jelasnya mengenai kemujaraban hara, Beliau bisa simak ulasan yang berikut ini 1. Merangsang Pertumbuhan Akar susu Zat hara bisa digunakan bikin panas pertumbuhan dari akar tumbuhan, khsususnya akar benih ataupun keberagaman tanaman muda. Akar tunggang seorang merupakan putaran pecah tanaman nan memiliki peran bermakna, terutama bikin menyerap air yang bermakna n domestik pertumbuhan. Keseleo satu hara yang memiliki peran internal pertumbuhan akar adalah phospor. 2. Membantu Membentuk Klorofil Daun Salah satu hara nan memiliki peran ini adalah nitrogen nan juga adalah hara mutlak dibutuhkan maka itu tanaman. Zat bau kencur daun atau zat hijau merupakan zat yang berguna kerjakan berbuat proses pernapasan. Adapun pengertian bermula fotosintesis ialah proses tanaman yang menidakkan sinar matahari menjadi makanan. 3. Memperkencang Tanaman Manfaat yang satu ini bisa didapatkan dari zat hara yang positif potasium. Kalau tanaman tercukupi kebutuhan kaliumnya, maka bagian daun, anakan, dan juga biji pelir bukan akan mudah mengalami kerontokan. Pokok kayu juga akan bertambah resistan terhadap yang namanya kekeringan hingga gagguan masalah yang merugikan. Setiap hara yang cak semau, memiliki peran dan manfaatnya seorang-sendiri bakal pokok kayu. Inilah kenapa, mencukupi kebutuhan hara tiap tumbuhan ialah hal yang harus dilakukan. Dengan demikian, tumbuhan juga akan merecup secara subur dan tidak mengalami gangguan akibat kurang nutrisi. Ciri-ciri Tanaman Nan Kesuntukan Unsur Hara Lantas bagaimana caranya sempat jika tanaman sudah tercukupi haranya atau belum? Untuk hal yang suatu ini, petambak bisa lihat dulu terbit ciri-cirinya. Tanaman nan bukan tercukupinya haranya biasanya akan menunjukkan beberapa gejala, seperti yang berikut ini Kekurangan hara kalium => Daun tua akan mengernyit dan patah mayang. Buah juga enggak akan bertaruk secara sempurna hingga tidak tahan saat disimpan Kekurangan hara phospor => Saat tanamannya berbuah, buahnya akan mungil dan kualitasnya buruk. Selain itu, got daun akan bercelup merah keunguan dan akan layu laun Kekurangan hara nitrogen => Tanaman bisa hanya kurus dan lagi kerdil. Pertumbuhan berbunga pohon juga menjadi makin lambat. Saat telah berbuah, tumbuhan yang kekurangan nitrogen akan cepat menguning dan copot Karena merugikan, maka hendaknya lekas dilakukan penanggulangan sesuai dengan gejala yang muncul. Karena jika kebutuhan haranya tidak tercukupi, maka kualitas dan kuantitas hasil panen sekali lagi akan terdampak. Seandainya sudah demikian, hasil pendapatan semenjak penjualan panen pula dapat berkurang. 16 Diversifikasi Unsur Hara yang Dibutuhkan Pokok kayu Tersedia 2 tipe hara yang dibutuhkan maka dari itu pokok kayu yakni hara makro dan yang mikro. Bakal mengetahui secara lebih jelas mengenai kedua molekul hara ini, Anda bisa simak langsung ulasannya di sini Atom Hara Makro Unsur ini bisa didapatkan semenjak incaran organik ataupun dari pupuk kimia. Untuk hara makro yang dari bermula bahan organik, boleh didapatkan pecah sisa pelapukan bahan kompos atau baja kandang. Adapun beberapa hara yang termasuk ke dalam hara makro antara bukan adalah umpama berikut Hara nitrogen N => Hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman ini memiliki peran dalam mewujudkan lemak, zat putih telur, setakat senyawa organik yang enggak. Phospor P => Hara ini dibutuhkan dalam besaran samudra atau makro. Unsur nan satu ini memiliki karakteristik tidak mudah larut ke dalam air hingga cenderung lambat pergerakannya di dalam tanah Kalsium Ca => Berasal dari bahan kapur dan juga pupuk. Kesuntukan zat kapur bisa menyebabkan daun mengalami perubahan warna hingga berkeriput Magnesium Mg => Atom nan satu ini dominan keberadaannya di fragmen daun. Magnesium juga menjadi aktivator yang berperan n domestik terjadinya transportasi energi pecah beberapa jenis enzim plong pokok kayu Belerang S => Sulfur sendiri merupakan salah satu hara esensial pohon seperti halnya unsur N,P, dan juga K. Detik tanaman kekurangan welirang, sira bisa saja merecup terlambat setakat kerdil Kalium K => Memiliki peran kerumahtanggaan mengeset proses fisiologi berasal tumbuhan sebagaimana halnya akumulasi, transportasi karbohidrat, sampai mengatur sirkulasi air. Unsur Hara Mikro Selain unsur makro, terdapat partikel mikro yang sebaiknya juga dicukupi, namun dalam kuantitas yang sedikit. Untuk spesies hara mikro, Sira bisa langsung simak keberagaman-jenisnya di bawah ini Boron Bo => Di dalam tanah, hara yang satu ini tersedia dalam besaran nan rendah. Hara yang satu ini lagi mudah tercuci Molibdenum Mo => Punya tugas sebagai pembawa elektron arti mengubah nitrat menjadi enzim. Keberagaman hara ini juga n kepunyaan peran intern fiksasi nitrogen Seng Zn => Disebut juga zinc yang memiliki peran dalam aktivator enzim hingga membantu terjadinya proses pernapasan Besi Fesi => Memiliki peran dalam pembentukan protein dan lagi katalisator pembentukan klorofil. Besi juga mempunyai peran menjadi aktivator beberapa enzim. Mangan Mn => Partikel mikro ini mempunyai peran sebagai koenzim hingga perumpamaan aktivator untuk bilang jenis enzim respirasi Klor CI => Hara nan satu ini tertumbuk pandangan dalam osmosis yakni rayapan air atau zat terlarut dalam sel. Kembali terlibat dalam keadilan ion yang diperlukan sreg tanaman Tembaga Cu => Memiliki guna penting adalah sebagai aktivator dan mengirimkan beberapa jenis enzim. Tembaga pula mendukung kerumahtanggaan kelancaran fotosintesis Selain unsur hara di atas, cak semau juga 3 hara nan sudah tersaji di mega dan kembali air. Tentang jenisnya merupakan oksigen O2, hidrogen H, Zat arang C. Mengetahui segala apa itu hara dan juga gejala saat kehilangan unsur tertentu, adv amat penting bakal diketahui. Pendanaan di rataan persawahan dan pun pertanian adalah investasi yang banyak dicari, karena menawarkan banyak kelebihan. Jika memang memiliki minat bikin berinventasi di bidang tersebut, Dia bisa hubungi solusi investasi dan agro bisnis semenjak agrosolusi. Anda bisa ejekan wawanrembuk dan soal melalui kontak nan ada.
Namun pH di atas 6 pada media tanah persemaian dapat mengurangi perkembangan jamur bermanfaat, seperti ektomikoriza pada conifer. Dengan demikian, pH tanah harus betul-betul dibuat pada pH di mana patogen dapat tertekan dan memacu perkembangan mikroorganisme bermanfaat. 5. Pemupukan Frekuensi pemupukan, komposisi, waktu dan cara
sumber gamber Lapisan teratas sebelum atmosfer yang melapisi dan mengelilingi bumi, menyediakan kebutuhan bagi organisme yang hidup di atasnya, serta mengandung unsur-unsur kimia dengan fungsi berbeda yang dimiliki oleh setiap unsurnya. Tanah, ya, tanah merupakan media alami dengan berbagai fungsi, salah satu fungsi yang biasa diketahuinya yaitu sebagai media tumbuh dan berkembangnya makhluk hidup contohnya saja tanaman. Unsur-unsur kimia dalam tanah memiliki peranan tersendiri dalam kehidupan ekosistem alami. Yaitu sebagai penyedia kebutuhan hara tanaman. Unsur kimia tanah diserap tanaman dalam bentuk ion, sehingga tidak semua unsur dalam tanah dapat diserap oleh tanaman. Terdapat 16 unsur hara kimia dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik. Namun hanya enam unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar, unsur hara tersebut biasa disebut dengan unsur hara essential dan kesepuluh lainnya disebut dengan unsur hara non – essential. Unsur hara dalam tanah juga biasa dibedakan dengan unsur hara makro dan juga mikro. Pada unsur mikro, apabila diserap terlalu berlebihan oleh tanaman maka akan bersifat toksik. Enam unsur hara essential atau makro diantaranya nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan sulfur. Nitrogen dan fosfor dalam tanah, termasuk ke dalam unsur yang berjumlah sedikit dalam tanah, unsur-unsur tersebut sebagian besar berada pada status tidak tersedia untuk tanaman, kerena untuk diserap oleh tanaman, unsur tersebut harus mengalami proses dekomposisi menjadi nitrat sehingga dapat diserap oleh tanaman. Unsur hara mikro dalam tanah diantaranya besi, mangan, seng, tembaga, boron, molybdenum, dan khlor. Unsur-unsur kimia tersebut hanya dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit. walaupun dibutuhkan sedikit, apabila tanaman kekurangan unsur-unsur tersebut tetap akan mengalami defisiensi unsur hara yang akan ditandai dengan perubahan fisiologis seperti nekrosis ataupun kerdil. roch
Tanahyang subur akan mudah ditumbuhi berbagai macam tanaman. Nah, itulah 6 ciri tanah subur yang baik untuk kegiatan pertanian. Mengetahui ciri-ciri tanah yang subur sangat penting, terutama petani, karena dapat menentukan apakah suatu tanaman layak dibudidayakan atau tidak. Baca juga: 4 Cara Mengukur Tingkat Keasaman Tanah, Tanpa pH Meter.
Untukmendeteksi kebocoran pada pipa bawah tanah Mempelajari pengaruh unsur-unsur hara selain unsur-unsur N, P, dan K terhadap perkembangan tumbuhan. kandungan radioisotop karbon-14 dalam keadaan konstan, sama dengan kandungan di atmosfer bumi yang terjaga konstan karena pengaruh sinar kosmis pada sekitar 14 dpm ( disintegrations per
Dalamhidupnya tanaman paling sedikit membutuhkan 16 macam unsur, 3 unsur (oksigen, hidrogen dan karbondioksida) diperoleh dari udara (gratis, tanpa perlu mengusahakanya), sementara 13 lainya diserap tanamam melalui tanah. Ke-13 unsur ini dibagi menjadi 2, yaitu: unsur hara makro (dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak), dan unsur hara mikro
SoilNutrient Tester adalah alat pengukur kandungan unsur tanah terlengkap yang ada. Soil Nutrient Tester sangat akurat digunakan untuk mengukur kandungan Unsur Hara, NPK, Moisture, Salinity dan unsur organik lainnya yang terkandung dalam tanah. CaO dan C-Organik. Prinsip Kerja Alat Uji Pupuk MGOMeter : Pada dasarnya cara uji pupuk adalah
Limbahyang dihasilkan dapat memberikan dampak negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan, seperti gangguan pencemaran alam dan pengurasan sumber daya alam, yang nantinya dapat menurunkan kualitas lingkungan antara lain pencemaran tanah, air, dan udara jika limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu. Bermacam limbah industri yang dapat
DenganETP303, Anda dapat langsung mengukur kandungan unsur hara dalam tanah karena ETP303 sudah dilengkapi dengan sensor pendeteksi NPK. Fitur ETP303 yang dapat mendeteksi kadar NPK tanah dapat digunakan sebagai patokan dalam pengelolaan pupuk. Jadi, Anda dapat mengelola pupuk dengan lebih efesien dan tepat guna.
uq7aiL.